TULUNGAGUNG (DutaJatim.com) - Para pengusaha harus ikut membantu perang melawan COVID-19. Harus terlibat aktif sebab masyarakat sangat membutuhkan uluran tangan para pengusaha tersebut. Salah satunya dengan menyumbang bahan makanan hingga alat pelindung diri bagi petugas medis.
Hal itu antara lain ditunjukkan sejumlah pengusaha yang menyumbang bahan untuk hand sanitizer ke Gubernur Jatim. Selain itu UKM di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur yang awalnya memproduksi kantong pelembab dan eco-bag untuk kontainer kini beralih ke pembuatan 10.000 pakaian APD (Alat Pelindung Diri). Produk ini untuk tenaga medis yang akan disumbangkan ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bogor.
Karena itu banyak kalangan minta agar pengusaha ini juga membantu untuk keperluan tenaga medis di daerahnya. Apalagi stok APD di Tulungagung juga menipis. "Saya dengar sudah mau bantu ibu pemilik UKM itu. Sama seperti yang ke Bogor. Tapi sebaiknya segera sebab stok menipis," kata Suharli, warga Tulungagung Sabtu siang ini.
Peningkatan jumlah Orang Dengan Resiko (ODR), Orang Dengan Pemantauan (ODP) hingga Pasien Dalam Pengawasan (PDP) di Kabupaten Tulungagung setiap harinya, mempengaruhi jumlah ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) yang digunakan tenaga medis saat bekerja.
Hal ini terjadi di semua fasilitas kesehatan baik milik pemerintah maupun swasta yang ada di Tulungagung, bahkan diperkirakan, ketersediaan APD hanya bertahan selama satu bulan kedepan.
Untuk itu Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kabupaten Tulungagung, Abu Mwarda mengatakan, tim Satgas Pencegahan Penyebaran Covid-19 Tulungagung bersama dengan Faskes milik Pemerintah dan Swasta sudah melakukan upaya pencarian tambahan APD namun upaya tersebut tidak mudah karena produksi APD dari pabrik sangat terbatas sedangkan permintaan APD dari seluruh Indonesia cukup tinggi.
“Ada beberapa faskes swasta yang malah sudah kosong, kalau dirinci paling bisa bertahan selama sebulan,” ujarnya.
Pihaknya menjelaskan, tidak hanya baju hazmat saja yang stoknya terbatas, namun juga APD lain seperti masker, kacamata pelindung, sepatu pengaman, dan lainnya. Guna mengatasi kondisi ini, tim medis melakukan modifikasi sendiri tentu sesuai dengan standar APD, seperti menggunakan jas hujan plastik yang dimodifikasi menjadi baju hazmat kemudian kacamata pelindung dari mika dan beberapa modifikasi lainnya.
“Modifikasi yang dilakukan ini sudah sesuai standart dan pemakaiannya juga sekali pakai,” terangnya.
Selain itu pihaknya juga membuka donasi melalui media sosial maupun group Whatsapp, donasi yang dimaksudkan adalah donasi dari masyarakat baik berupa pemberian APD maupun donasi berupa uang untuk dibelanjakan keperluan APD untuk tenaga medis.
Donasi berupa uang diperlukan mengingat saat ini harga masker perboxnya menembus angka 150 sampai 250 ribu perbox, sedangkan untuk satu suit baju hazmat dibandrol dengan harga 160 ribu rupiah.
“Sudah ada yang masuk, seperti masker dan beberapa barang lainnya, ini kita sedang petakan mana faskes yang membutuhkan” pungkasnya.
Bogor Dulu Baru Tulungagung
Seperti diberitakan DutaJatim.com sebelumnya, Iis Rahmawati, pemilik UKM dengan brand Tulip Craft, membuat 10 ribu baju APD untuk tenaga medis. Hal itu karena dia prihatin dengan pandemi COVID-19 (Corona Virus Disease) yang terjadi di Indonesia selama beberapa pekan terakhir.
"Krisis sarana APD yang dialami tim medis dalam penanganan Corona di berbagai daerah, khususnya di Bogor dan Jakarta mendorong kami untuk membantu penyediaan sarana pelindung diri bagi tenaga medis yang berjuang mengobati pasien corona (COVID-19)," tutur Mamik Endarni, kakak kandung Iis Rahmawati yang bertanggung jawab dalam produksi 10 ribu APD tenaga medis itu.
Kebetulan adiknya tinggal di Bogor. Krisis APD yang dialami jajaran tenaga medis di daerah Bogor dan sekitar menginspirasi Iis bersama kakaknya Mamik Endarni untuk menyumbangkan ribuan seragam APD berbahan "polypropilene spunbond" itu untuk tim kesehatan yang melakukan penanganan COVID-19.
"Kebetulan material 'polypropilene spunbond' ini di gudang kami banyak, sementara ekspor produk kantong pelembab 'desiccant' serta eco-bag ke Amerika, Turki, Jerman dan Brazil saat ini juga masih belum bisa. Jadi kami fokuskan untuk produksi APD ini," katanya.
Tak hanya dikerjakan pekerjanya yang berjumlah 20 orang di industri rumahan Tulip Craft di RT 04/RW 05 Desa Ketanon, Kecamatan Kedungwaru, plus 60 penjahit lepas, Iis dan Mamik juga menjaring relawan yang bersedia membantu percepatan produksi APD kesehatan tersebut.
Hasilnya, tiga kelompok sukarelawan penjahit bergabung. Mamik berharap produksi 10 ribu APD untuk tenaga medis yang menangani pasien COVID-19 itu bisa rampung dalam kurun sepekan ke depan.
"Kebutuhannya sangat mendesak. Semakin cepat selesai akan semakin bagus," ujarnya.
Kendati saat ini fokus memproduksi APD untuk IDI Bogor, Mamik mengatakan pihaknya tidak akan mengabaikan kebutuhan APD sejenis untuk tim kesehatan yang menangani pasien terkait Covid-19 di Tulungagung.
"Kami tentu juga akan fikirkan itu (bantuan APD untuk tenaga medis pelaksana penanganan pasien corona di RSUD dr. Iskak Tulungagung dan puskesmas-puskesmas penyangga di bawahnya) setelah target bantuan 10 ribu APD untuk IDI Bogor selesai dan terkirim," ujarnya.
Dijelaskan, bahan spunbond polypropylene yang digunakan untuk pembuatan baju APD tenaga medis itu merupakan material non-woven, sama seperti yang digunakan dalam "disposable masker" yang biasa dipakai sehari-hari.
Sampel baju APD ini telah di konsultasikan dan dietujui dengan IDI kota Bogor, baik Model dan bahan material yang di gunakan.
Pihaknya rela mengeluarkan biaya tambahan untuk upah jahit bagi relawan yang membantunya.
Tentunya, dengan pedoman jahit yang ditetapkan, yakni kebersihan, kerapihan jahit, dan ketepatan menjahit.
"Awalnya mau berkontribusi dalam menghadapi pademi Covid-19. Setelah berfikir terdapat stok bahan baku yang ada, lantas kami (tulip craft) inisiatif untuk membuat APD. Setelah contoh diterima pihak IDI, mereka menerima," katanya. (ndc)
No comments:
Post a Comment