JAKARTA (DutaJatim.com) - Sidang dengan terdakwa mantan Menpora Imam Nahrawi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Rabu (11/3/2020), mengungkap sejumlah fakta menarik. Salah seorang saksi, mantan Sekretaris Kemenpora (Sesmenpora), Alfitra Salamm, mengaku sering dimintai uang oleh asisten pribadi Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, sehingga membuatnya tidak betah bekerja di Kemenpora.
Lalu bagaimana reaksi Imam Nahrawi? Dia membantah kesaksian dari Alfitra tersebut.
Alfitra mengatakan, dirinya sering tertekan karena Ulum kerap meminta uang yang jumlahnya bervariasi. Alfitra juga menjelaskan pernah dimintai uang oleh Ulum yang nantinya uang itu diperuntukkan untuk acara organisasi keagamaan yang dilaksanakan di Jombang, Jawa Timur. Tapi dia tidak menyebut nama ormas keagamaan yang dimaksud.
"Waktu itu (Ulum) mengatakan begini, bahwa 'big boss' butuh bantuan, mau ada kegiatan keagamaan pada 6 Agustus maka urgent untuk dibantu," kata Alfitra menirukan omongan Ulum.
Alfitra mengaku, saat itu dia juga mendapat ancaman dari Ulum. Dia mengaku diancam akan dicopot jika tidak menyerahkan uang untuk organisasi keagamaan itu.
"Beliau (Ulum) bilang ini harus diberikan kalau tidak jabatan saya sebagai sesmenpora akan dievaluasi. Dicopot," tuturnya.
Dia mengatakan, selama tahun 2016 itu Ulum meminta uang kepadanya sebesar Rp 300 juta untuk organisasi keagamaan tersebut. Kemudian permintaan kedua di tahun yang sama berjumlah Rp 5 miliar.
Alfitra menjelaskan awalnya Ulum meminta uang Rp 500-700 juta untuk organisasi keagamaan itu. Namun dia mengaku tidak memiliki uang dan anggaran Kemenpora juga tidak ada. Akhirnya karena terus didesak oleh Ulum sekaligus takut akan dicopot, dia pun meminta bantuan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy. Namun Hamidy juga bilang tidak memiliki uang.
"Akhirnya karena Pak Hamidy ini seorang pengusaha, dia punya uang. Karena itu, dia akhirnya mau membantu," katanya.
Ending menyanggupi permintaan Alfitra untuk membantu menyerahkan uang ke Imam sebesar Rp 300 juta. Ending, kata Alfitra, langsung menghubungi Bendara Pengeluaran Pembantu (BPP) Satlak Prima yang bernama Lina Nurhasannah.
Bukan hanya dirinya. Alfitra juga mengungkapkan kerap mendengar keluhan pejabat lain di Kemenpora. Dia menyebut suasana kantor Kemenpora tidak nyaman dan penuh ketakutan karena sikap asisten pribadi Imam Nahrawi bernama Miftahul Ulum tersebut.
"Saya dengar beberapa permintaan dari Ulum. Pak Ulum minta (uang) ke beberapa pejabat. Pejabat Kemenpora termasuk deputi-deputi (bilang) Ulum selalu mengatasnamakan pak menteri," katanya.
Alfitra menyebut pejabat Kemenpora yang sering mengeluh dengan suasana kantor itu adalah pejabat Deputi IV Kemenpora. Mereka mengaku tidak betah bekerja di Kemenpora.
"Saya dengar langsung disampaikan, misalnya ada Deputi IV bilang 'gimana nih ada permintaan'. Beberapa staf Lina juga katakan sudah nggak kuat lagi, sudah nggak nyaman lagi di Kemenpora," jelas Alfitra.
Selain itu, Alfitra juga mengaku selama dua tahun bekerja sebagai Sesmenpora dia merasa tidak nyaman. Apalagi banyak permintaan dari Ulum yang mengatasnamakan Imam. Dia mengaku selalu merasa ketakutan saat bekerja.
"Kantor keadaan nggak nyaman, semuanya serba takut, nggak berani melapor (soal Ulum). Jadi terima apa adanya, karena itu sebuah ketakutan. Jadi ya sudah bagi yang siap diberhentikan, diberhentikan, yang mau lanjut, lanjut," tutur dia.
Pria ini lalu menceritakan puncaknya ketika akhirnya dia memutuskan keluar dari Kemenpora. Hal itu terjadi saat Ulum meminta uang Rp 5 miliar. Dia pun mengaku mantap menyerahkan surat pengunduran dirinya ke Imam Nahrawi. "(Ulum bilang Rp 5 miliar) untuk kepentingan terdakwa waktu itu," katanya.
Dia langsung mantap membuat surat pengunduran diri sebab merasa semakin tertekan. Dia semakin tidak nyaman bekerja di Kemenpora saat Imam menjabat Menpora.
"Saya waktu itu hanya merenung saja. Saya nggak mungkin bisa bantu, uang juga tidak ada peruntukan. Kemudian saya juga sudah merasa di kantor ini tidak kondusif, tidak nyaman, maka bulan Juni saya sudah mengundurkan diri," katanya.
Surat pengunduran diri Alfitra dilayangkan pada 20 Juni 2016. Saat itu, kata Alfitra, Imam langsung menyetujuinya dan membalas surat itu melalui aplikasi chatting WhatsApp.
"Saya tidak jumpa, tapi saya WA sekitar Maghrib, terdakwa sampaikan terima kasih dan terima pengunduran diri. Kira-kira intinya gitu, setelah itu tidak ketemu lagi. Setelah mengundurkan diri, saya tidak pernah berjumpa lagi, baru beberapa bulan, berjumpa lagi," imbuhnya.
Atas kesaksian itu, Imam menepisnya. Dia mengatakan suasana kantor di masa kepemimpinannya tidak mencekam seperti diceritakan oleh saksi.
"Saya ingin tanggapi, saya ingin pastikan keadaan kantor betul-betul kondusif, tidak menakutkan, dan mencekam. Karena kami diinstruksikan oleh presiden, kantor ini bergerak cepat karena Kemenpora tulang punggung menjelang Asian Games dan Asian Para-Games," kata Imam.
Untuk diketahui, Imam Nahrawi didakwa menerima uang Rp 11,5 miliar. Penerimaan uang suap itu dilakukan Imam bersama Miftahul Ulum. Penerimaan uang tersebut untuk mempercepat persetujuan dana hibah KONI ke Kemenpora.
Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi Rp 8,6 miliar. Uang gratifikasi itu berasal dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy hingga anggaran Satlak Prima.
Bantah Bawa HP
Sementara itu, sebelum sidang, Imam Nahrawi mengklaim tak pernah menyelundupkan handphone (HP) ke dalam selnya di Rumah Tahanan Pomdam Jaya Guntur, Jakarta. Temuan HP di sel Imam ini terjadi saat tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan sidak pekan lalu.
"Yang pasti (handphone) bukan milik saya," kata Imam kepada wartawan.
Imam enggan bicara banyak soal temuan ponsel itu. Ia meminta wartawan menunggu hasil pemeriksaan yang dilakukan tim lembaga antirasuah. Politikus PKB itu tak ingin masalah ini menjadi polemik.
Terkait unggahan di WhatsApp story, Imam mengklaim tak pernah melakukannya. Ia berkukuh tak membawa HP ke dalam sel dan tak pernah mengunggah sesuatu lewat gawai tersebut.
"Makanya tunggu dulu, saya belum memberi statement apa pun, kecuali (pernyataan bahwa handphone) itu bukan milik saya, yang kedua kita tunggu hasil dari KPK," ujarnya.
(hud/det/cnni)
Foto: Imam Nahrawi saat sidang. (detik.com)
No comments:
Post a Comment