SURABAYA (DutaJatim.com) -- Di tengah melubernya kabar bohong (hoaks) perlu adanya kesadaran melek literasi media di kalangan masyarakat secara luas, khusus masyarakat santri.
Menurutnya, melek literasi media bermakna mampu memahami berita (news) dan hoaks.
"Kesadaran melek literasi media menunjukkan tingkat kegelisahan intelektual masyarakat pesantren, yang terbiasa bertabayun (verifikasi informasi) dalam mencari kebenaran," tutur Riadi Ngasiran, Pemimpin Redaksi Majalah AULA dalam acara Halaqoh Media NU dan Pesantren se-Jawa Timur, digelar di Kantor PWNU Jawa Timur, di Surabaya, Sabtu 14 Maret 2020.
Selain Riadi Ngasiran, tampil sebagai pembicara adalah Arif Afandi (CEO dan Founder Ngopibareng.id), Hamdan Hamedan (CEO Kesan), Ustadz Fariz Khoirul Anam (dai, penulis buku Fikih Media Sosial), Syaifullah ibn Nawawi (NU-Online Jatim), Sururi Arumbani (TV9) dan Ahmad Najib AR (Ketua Lembaga Ta'lif Wanasyr NU Jawa Timur).
Halaqoh tersebut digelar dalam serangkaian Peringatan Hari Lahir (Harlah) ke-97 NU. Puncaknya, akan digelar Sabtu malam ini dengan Doa Bersama Tolak Bala' Virus Corona, serta launching Koin Muktamar ke-34 NU.
Riadi Ngasiran menambahkan, kecanggihan teknologi informasi tanpa diimbangi dengan pemahaman literasi media sesungguhnya menjebak seseorang kembali ke naluri purba: jahiliyah modern.
"Memarakkan informasi yang benar, dengan jejaring antarmedia di lingkungan NU, pesantren, dan ormas Islam moderat lainnya, akan menggusur konten-konten yang tak memberikan kecerdasan bagi umat dan masyarakat luas," tuturnya.
Sementara itu, praktisi media Arif Afandi mengungkapkan, jumlah besar umat yang dimiliki Nahdlatul Ulama (NU) merupakan potensi yang harus dikelola dengan baik. Sebagai organisasi Islam moderat, sewajarnya NU memiliki media yang kuat, karena ditopang dengan manajemen yang profesional.
"Kesadaran berjamaah dengan jumlah massa yang jumlahnya besar, harus pula diiringi dengan kesadaran berjam'iyah (berorganisasi). Ini yang potensi yang patut menjadi perhatian agar dikelola dengan baik," tuturnya.
Arif Afandi, CEO dan Founder Ngopibareng.id, lebih jauh menambahkan, saat ini tumbuh kesadaran dari masyarakat santri dan warga NU bergerak di berbagai bidang profesi. Perkembangan semacam ini, sulit disaksikan pada tahun-tahun 1970-1980an.
"Namun, saya dapat informasi dari Nurcholish Madjid (almarhum), akan ada perkembangan yang luar bisa dari masyarakat pesantren bergerak ke medan sosial yang lebih luas, profesional dan berpikiran maju. Nah, saat inilah yang dimaksud Cak Nur (panggilan akrab Pendiri Universitas Paramadina Jakarta, Red)," tutur Wakil Walikota Surabaya (2005-2010) ini.
Dijelaskannya, mobilitas vertikal yang tinggi itu telah melahirkan profesi-profesi beragama dari masyarakat pesantren dan warga Nahdliyin.
Ia pun mengapresiasi muculnya profesional muda warga Nahdliyin, tapi berpendidikan tinggi dari Amerika Serikat. Seperti CEO Kesan, Hamdan Hamedan.
"Nah, ini yang dulu gak terpikirkan. Semua anak orang santri sekolahnya ya ke Yaman, Mesir atau Timur Tengah lainnya. Tapi, ini mengejutkan, ada anak dari keluarga santri sekolah di AS," tuturnya seraya menoleh ke narasumber yang disebutkan itu.(gas)
No comments:
Post a Comment