Mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Galilea Agustiawan akhirnya menghirup udara bebas setelah divonis tak bersalah oleh Mahkamah Agung (MA). Karen keluar dari Rumah Tahanan Kejaksaan Agung pada Selasa 10 Maret 2020 malam dengan perasaan bahagia bercampur kecewa atas kasus hukum yang merampas 1,5 tahun hidupnya.
WAJAH perempuan yang lama berkecimpung di bidang energi ini tampak sumringah. Energi hidupnya pun bertambah setelah bebas dari jerat hukum.
"Hari ini saya merasa bahagia untuk keluarga, terutama sujud syukur kepada Allah SWT atas kebahagiaan luar biasa, terutama anak-anak, kakak-kakak, cucu, dan juga pekerja Pertamina yang masih dan sudah pensiun," kata Karen saat melangkahkan kaki keluar dari tahanan Kejaksaan Agung.
Saat keluar dari tahanan, pihak keluarga Karen tampak hadir semua. Mulai dari suami, anak, hingga cucu. Suami Karen yang ikut mendampingi di sebelahnya langsung merangkul sang istri. Tampak dari wajahnya sangat bahagia menyambut kebebasan Karen.
Melihat wajah sang suami yang berbinar, Karen pun langsung melontarkan candaan. "Saya mau kelonan sama suami, boleh kan? Kangen sekali sama bapak," ucap dia sambil tersenyum.
Usai menyampaikan hal itu, dia langsung dicium oleh sang suami yang tak lama kemudian dibalas oleh Karen yang bergantian mencium suaminya. Dia mengaku belum ingin memikirkan apa pun terlebih dahulu. Karena, dia benar-benar ingin mengambalikan waktu selama hampir satu setengah tahun bersama keluarga, terutama sang suami, yang direnggut oleh ketidakadilan dalam kasusnya.
"Mungkin selama satu setengah tahun saya sudah dirampas haknya, saya ingin mengembalikan waktu saya yang sudah terbuang. Sudah bisa bersama dengan suami dan itu dulu. Saya ingin mengembalikan waktu yang sudah hilang," ujarnya.
Dia pun benar-benar merasa bahagia sekali karena bisa kembali berkumpul dengan sanak keluarga. Karen juga berterima kasih kepada Tuhan karena telah memberikan kebahagian terhadap dirinya pada hari pembebasan itu.
"Kedua kepada keluaga tercinta, anak-anak, mantu, handai taulan, kakak-kakak, cucu dan juga pekerja Pertamina yang aktif maupun yang sudah pensiun, rekan-rekan dari ITB, dari SMA 3 Bandung dan juga rekan-rekan dari SKK Migas dan juga dari CEO-CEO yang ada di luar, yang ketiga juga media," ungkapnya.
"Yang ketiga saya juga mau ucapkan terima kasih kepada teman-teman baru saya yang telah menemani saya selama 1 tahun 5 bulan 15 hari, baik di Pondok Bambu. Mereka adalah yang telah berbagi suka duka dengan saya selama saya mengalami proses tahanan ini," sambungnya.
Kasusnya Dipaksakan Pidana
Namun demikian Karen mengaku kecewa terhadap kasus hukum yang menimpanya. Menurutnya, kasus yang dia alami itu bukan merupakan tindak pidana, melainkan perdata.
"Seperti manusia biasa, selain bahagia saya juga ada kekecewaan. Kekecewaannya karena BMG ini adalah aksi korporasi yang tekennya adalah business judgement yang domainnya adalah hukum perdata, tapi dipaksakan menjadi domain hukum pidana, tipikor," jelasnya.
Hanya saja dia tidak mau menjawab siapa yang memaksakan kasusnya hingga masuk ranah pidana. “Saya kira nama baik saya rusak, karakter saya dihancurkan. Tapi saya masih merasa bersyukur bahwa saya tidak mengalami keadilan di sisi hulu, tapi kemarin saya mengalami keadilan di sisi hilir. Pihak yang telah memberikan keputusan konselat adalah mereka yang telah sangat cermat, profesional dan adil terhadap kasus saya," tambahnya.
Selanjutnya dia mengaku tetap akan menyumbangkan pemikiran-pemikiran dirinya dengan rasa percaya diri untuk negara. "Biarkan 1,5 tahun ini menjadi bagian dari hidup saya, hanya saya yang akan memahami apa arti 1,5 tahun di hati saya. Namun, walaupun apa yang saya alami setelah 1,5 tahun kemarin, seorang Karen tidak akan pernah menutupi untuk menyumbangkan pemikiran dan kreatifitas saya untuk Ibu Pertiwi dengan cara saya sendiri," tutupnya.
Sementara itu, Soesilo Aribowo, selaku kuasa hukum Karen, mengaku senang dengan putusan Majelis Hakim MA terhadap kliennya. Karena, selama dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kliennya itu dituntut delapan tahun penjara.
"Jadi bagi kami ini adalah putusan yang terbaik yang saat ini diterima oleh Bu Karen. Karena selama di PN ada hukuman penjara 8 tahun. Tapi, dengan persidangan kemarin diucapkan oleh Majelis Hakim Agung yang terdiri dari 5 orang itu diputuskan dengan putusan bahwa perbuatannya itu adalah masuk kategori perbuatan yang bukan perbuatan pidana," ujar Soesilo.
Karena itu tidak bisa dilakukan hukuman yang sifatnya pemidanaan. Artinya hukuman itu adalah onslagh lepas dari tuntutan hukum.
“Kalau kita lihat yang pertama itu bukan merupakan perbuatan pidana. Kedua yang konon merasa dirugikan itu adalah Pertamina Hulu Energi, yang menurut pertimbangan putusan bukan merupakan bagian yang dapat dikategorikan merugikan keuangan Negara. Itu saya baca ada 2 hal itu,” katanya.
Lalu, saat disinggung soal bila Kejagung akan melakukan upaya hukum terkait putusan tersebut, dia menyebut tidak ada upaya hukum lagi. "Normanya KUHAP-nya tidak ada upaya hukum lagi untuk melakukan semacam PK. Yang bisa mengajukan adalah terdakwa atau keluarganya," tutup Soesilo.
Sebelumnya, Karen divonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan oleh pengadilan tingkat pertama. Ia dinilai terbukti mengabaikan prosedur investasi di Pertamina dalam akuisisi blok BMG di Australia pada 2009.
Karen juga dianggap melakukan investasi tanpa pembahasan dan kajian terlebih dahulu, serta tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris Pertamina. Atas perbuatannya, Karen dianggap telah merugikan negara Rp 568 miliar dan memperkaya Roc Oil Company Australia.
Hakim menyebut Karen melakukan tindak pidana korupsi bersama Direktur Keuangan Pertamina Ferederick T. Siahaan; Manager Merger dan Akusisi Pertamina Bayu Kristanto dan Legal Consul and Compliance Genades Panjaitan.
Atas putusan itu, Karen mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Akan tetapi, bandingnya ditolak. Pengadilan Tinggi memperkuat putusan pengadilan tingkat pertama. Karen kemudian mengajukan kasasi ke MA yang akhirnya dikabulkan.
Menanggapi hal itu Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD juga mengatakan putusan Mahkamah Agung yang memvonis lepas Karen Agustiawan harus diikuti. "Kalau sudah diputus MA ya selesai. Kita tidak suka pun, ya tetap saja berlaku," kata Mahfud di kantornya, Jakarta, kemarin.
Menurut Mahfud, jika Karen bersalah, mungkin penuntutnya yang kurang akurat dalam mengajukan perkara ke pengadilan. Sehingga vonis MA pun membebaskan Karen. Mahfud sendiri mengaku tidak mengetahui kasus yang melibatkan mantan petinggi Pertamina itu. Ia menegaskan bahwa putusan MA mengikat.
Mengukir Sejarah
Kiprah Karen memang fenomenal. Perempuan kelahiran 19 Oktober 1958 itu dikenal cerdas. Seperti dikutip dari jateng.idntimes.com, alumni Teknik Fisika di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu menjadi perempuan pertama yang menjabat Dirut Pertamina.
Sebelum memutuskan berkarier di Pertamina, Karen sempat mencicipi pekerjaan di sektor swasta. Dia memulai kariernya sebagai business development manager di Landmark Concurrent Solusi Indonesia selama 4 tahun. Setelah itu, bekerja sebagai commercial manager for consulting and project management di perusahaan konstruksi Halliburton Indonesia dari 2002 hingga 2006.
Ia memulai langkahnya di Pertamina dengan menjabat staf ahli Direktur Utama untuk Bisnis Hulu pada periode 2006-2008. Kariernya terus menanjak hingga menjadi Direktur Hulu Pertamina.
Karen menciptakan sejarah dengan jadi perempuan pertama yang duduk sebagai Direktur Utama PT Pertamina. Ia diangkat oleh Menteri BUMN kala itu, Sofyan Jalil, pada 2009 menggantikan Ari Soemarno yang sudah habis masa jabatannya. Ia juga orang Pertamina pertama yang memimpin perusahaan pelat merah tersebut paling lama yakni enam tahun. Padahal, masa jabatan pucuk pimpinan di Pertamina rata-rata berkisar tiga tahun saja.
Di bawah kepemimpinannya, Pertamina terlihat aktif berekspansi bisnis migas di sejumlah negara. Salah satu prestasi besarnya adalah pembelian aset milik Conoco Phillips di Aljazair pada Desember 2012.
Di laman resmi Pertamina tercatat, Karen mengatakan dengan mengakuisisi aset milik Conoco Philips maka dapat menambah produksi Pertamina secara signifikan dalam waktu cepat dengan minyak mentah yang berkualitas tinggi. Target peningkatan produksinya sebesar 35.000 bopd, yang efektif pada 1 Juli 2013.
"Kami harapkan nanti kalau ada kunjungan secara G to G, kami bisa mendapatkan aset-aset seperti ini lagi di Algeria. Keinginan kami juga untuk mendapatkan LNG yang murah di Algeria untuk menambah pasokan di FSRU baik untuk di Jawa Barat maupun di Arun Regasification,” kata Karen ketika itu.
Karen juga menjadi tokoh di balik pembelian saham ladang migas milik Exxon Mobile di Irak. Karen sukses membawa Pertamina masuk ke dalam daftar 500 perusahaan terbaik di dunia versi Majalah Fortune
Prestasi yang pernah ditorehkan oleh Karen tidak hanya mencapai skala nasional, namun juga internasional. Ibu tiga anak itu masuk ke dalam daftar Asia's 50 Power Businesswomen pada 2011 lalu. Lalu, peringkatnya naik di tahun 2013. Karen berhasil merebut posisi keenam di jajaran 50 perempuan terkuat di dunia bisnis versi Majalah Fortune Global.
Karen dinilai berhasil mengelola Pertamina dengan pendapatan US$70 miliar dan laba bersih US$2,7 miliar. Alhasil, PT Pertamina berhasil menyabet peringkat 122 pada "Fortune Global 500". Ini merupakan prestasi kali pertama yang ditorehkan oleh PT Pertamina di tahun 2013.
Pertamina berhasil mengalahkan berbagai perusahaan dunia lainnya seperti Toshiba, Johnson&Johnson, Unilever, PepsiCo, Google dan ConocoPhilips. Pertamina juga menjadi perusahaan pertama asal Indonesia yang berhasil menembus daftar tersebut.
Tolak ukur utama pemeringkatan ini adalah besaran pendapatan perusahaan, termasuk pendapatan anak perusahaan (consolidated gross revenue). Selain itu, perusahaan disyaratkan harus telah mempublikasikan laporan keuangan. Indikasi lain adalah penyertaan modal pemegang saham, kapitalisasi pasar, keuntungan, dan jumlah karyawan.
Namun, usai enam tahun memimpin PT Pertamina, Karen kemudian memutuskan untuk mundur pada Agustus 2014. Keputusan Karen itu sempat mendapatkan sorotan publik lantaran ia memilih mundur diduga karena adanya tekanan politik yang kuat. Namun, kabar itu ditepis oleh Menteri BUMN ketika itu, Dahlan Iskan.
"Surat pengunduran diri Ibu Karen sudah kami terima, dan (kami) memenuhi permintaan tersebut,” kata Dahlan seperti dikutip dari kantor berita Antara pada tahun 2014.
Menurut Dahlan, Karen sudah sejak lama menyatakan ingin mundur. Tetapi, karena kontribusinya masih dibutuhkan di Pertamina, permintaan itu selalu ditolak oleh para pemegang saham.
Usai tak lagi menjadi pimpinan di Pertamina, Karen memutuskan hijrah ke Amerika Serikat. Dalam sebuah acara yang digelar pada 2014 lalu di sebuah hotel di Jakarta Pusat, Karen mengaku tengah fokus menjadi dosen tamu di Harvard Kennedy School, Amerika Serikat. Di Harvard, Karen memberikan seminar untuk para pengajar serta memaparkan potret energi dunia, terutama perubahan pasokan dan harganya, setelah pengembangan gas nonkonvensional di Amerika Serikat.
Nama Karen sempat santer disebut sebagai calon Menteri ESDM ketika Jokowi dan Jusuf Kalla terpilih sebagai Presiden dan Wapres pada 2014 lalu. Kendati ia berada di luar lingkar pemerintahan, Karen berharap apa yang ia kerjakan di Harvard bisa memberi masukan yang sangat berharga bagi pemerintahan Jokowi-JK. (tmp/l6)
Foto: Karen Agustiawan kangen sang suami, setelah 1,5 tahun terpisah oleh "hukum yang dipaksakan". (suara.com)
No comments:
Post a Comment