SIDOARJO (DutaJatim.com) - Ini pelajaran bagi Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik yang segera menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Khususnya dalam menyalurkan bantuan sosial.
Pemerintah Kabupaten Gresik akan membagikan bantuan bahan pokok kepada 372.000 keluarga miskin untuk menunjang pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pemkab Gresik telah menganggarkan dana sebesar Rp 220 miliar guna penanggulangan wabah Covid-19.
Begitu pula Sidoarjo. Bahkan Panitia Kerja (Panja) DPRD Sidoarjo memastikan kualitas bantuan sosial yang akan dibagikan Pemkab Sidoarjo kepada masyarakat. Mereka melakukan sidak pengepakan bansos di kompleks pergudangan Safe and Lock, Lingkar Timur, Rabu (22/4) sekitar pukul 11.00.
Ketua Panja DPRD, Choirul Hidayat mengatakan, sidak dilakukan karena melihat isi bansos yang dibagikan harganya dinilai tidak mencapai Rp 150 ribu. Karena itulah, anggota panja langsung memastikan kualitas barang yang bakal dibagikan. Menurutnya, kualitas barang sudah sesuai untuk bansos. Sedangkan kontrak harga dalam pengadaan barang memang masih belum dilakukan. “Harga ditentukan menyusul bisa lebih rendah dari Rp 150 ribu,” kata politisi PDIP itu.
Untuk pengadaan bansos kedua dalam masa Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB), Hidayat mengusulkan untuk menganggarkan Rp 1 juta untuk setiap kepala keluarga (KK). Bantuan itu juga masih realistis dari kemampuan APBD yang dimiliki Sidoarjo.
Dia mengungkapkan, jumlah KK di Sidoarjo yang bakal menerima bantuan dalam masa PSBB ada sekitar 650 ribu KK. Angka itu dihitung dari jumlah warga Sidoarjo dikurangi data PKH, dan penerima bantuan yang sudah dianggarkan sebelum PSBB. Serta dikurangi PNS, TNI dan Polri. “Nilainya sekitar Rp 650 miliar. APBD masih kuat,” tegasnya.
Sedang Kota Surabaya, dalam hitungan Wakil Ketua DPRD AH Tony, PSBB di Kota Surabaya memerlukan anggaran Rp 1,9 triliun. Angka ini berkali lipat dari jumlah anggaran yang saat ini dianggarkan Pemkot Surabaya Rp 196 miliar.
"Hal paling krusial adalah penganggaran saat diterapkan PSBB. Makanya Pansus di DPRD diperlukan karena dalam hitungan kami butuh anggaran Rp 1,9 triliun," jelas AH Tony, Rabu (22/4/2020).
Dalam penetapan status PSBB di Kota Surabaya yang diperlukan saat ini adalah saling mendukung kebijakan. DPRD bisa merasakan Surabaya akan kelabakan saat kota ini masuk zona merah Covid-19 dan diusulkan sebagai daerah yang harus menerapkan PSBB.
Belajar dari Bekasi dan Jakarta
Belajar dari Bekasi dan DKI Jakarta, penyaluran paket bantuan sosial (Bansos) dari Pemerintah Kota Bekasi maupun Pemprov DKI Jakarta untuk warga terdampak PSBB ternyata masih banyak yang tidak tepat sasaran. Misalnya paket bansos untuk warga RW 03 Mustika Jaya, Bekasi dan perumahan mewah Sunter Indah, RW 012 Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ada orang kaya raya di dua permukiman itu ternyata juga mendapat bantuan sosial.
Ketua RW 03 Mustika Jaya, Aris, mengaku tidak ada warganya yang mengajukan bantuan sosial. Sebab daerah Mustika Jaya merupakan daerah elite di Bekasi. Karena itu dia kaget saat mengetahui Ketua RT wilayahnya mengadu dapat bantuan sosial dari Pemkot Bekasi mengatasnamakan anaknya yang masih balita. Padahal, menurut Ketua RT wilayahnya, dia tak pernah mendaftar untuk mendapat bantuan sosial tersebut.
"Itu data dari mana? Orang warga saya tanyain enggak ada yang ngajuin bantuan dan konfirmasi ke Kelurahan. Ini tiba-tiba saya lihat ada bantuan untuk Ketua RT tapi pakai nama anaknya yang masih balita,” kata Aris saat dihubungi, Rabu (22/4/2020).
Ternyata, kata Aris, kejadian serupa juga ditemukan di beberapa RW lain di kawasan Mustika Jaya. Banyak warga secara ekonomi mampu malah mendapatkan paket bansos. Bahkan warga yang memiliki dua mobil pun mendapat bansos dari Pemkot Bekasi. “Ada malahan yang punya mobil 2, tidak ngajuin nama, tiba-tiba juga muncul sebagai penerima bantuan non-DTKS,” katanya.
Menurut dia, data Pemkot Bekasi untuk pemerima bantuan tersebut tidak valid. Bahkan, tidak ada survei ke warganya untuk mengecek kelayakan dari penerima bantuan sosial tersebut.
“Banyak yang dapat bantuan tidak tepat sasaran. Saya bingung dapat data dari mana, katanya hasil validasi verifikasi non DTKS harusnya sudah valid tapi kenyataannya belum,” kata Aris.
Aris mengatakan, mereka yang merasa mampu dan tidak seharusnya mendapat bantuan sosial tersebut langsung mengembalikan bantuan yang telah diterimanya itu. Sehingga bantuan sosial tersebut dapat diberikan untuk yang lebih mampu.
"Yang menerima bansos tapi merasa dia tidak daftar dan mampu langsung mengembalikannya dan memberikannya ke yang tidak mampu. Hal itu pun diapresiasi Pak Lurah,” tutur dia.
Sebelumnya hal serupa terjadi di kawasan Bantargebang, Bekasi. Ada sekitar lima paket bansos yang dikembalikan oleh warga karena merasa ada orang lain yang lebih membutuhkan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga dinilai salah dalam mendata penduduk miskin yang berhak mendapatkan bantuan sosial terkait pandemi Covid-19. Contohnya terjadi di perumahan mewah Sunter Indah, RW 012 Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Di RW itu, ada 10 orang berada yang masuk dalam daftar penerima bansos. Bahkan, ada yang memiliki sebuah rumah mewah dengan tiga lantai.
Ketua RW 012 Sunter Jaya, Kurniawan Sutedjo mengatakan sepuluh warga yang terdata sebagai penerima itu memiliki kesadaran untuk tidak menerima bantuan sembako. "Memang kesadaran sendiri. Boleh dibilang sebagian besar kesadaran sendiri," kata Kurniawan saat ditemui di Pos RW 012 Sunter Jaya, kemarin.
Kurniawan menuturkan, sepuluh warga yang memilih untuk tidak menerima sembako juga sudah dikunjungi pengurus RT setempat. Pengurus RT lalu melihat mereka adalah pemilik rumah mewah dengan tiga lantai di Sunter Indah.
"Jadi RT-nya mengunjungi warganya dan melihat rumahnya cukup besar, lantai 3, dan dia sadar sendiri untuk diberikan kepada warga yang membutuhkan," kata Kurniawan.
Di perumahan tersebut, terdapat 32 warga yang terdata sebagai penerima bantuan. Sebanyak 22 paket sembako lain tetap diterima warga yang sebelumnya terdata sebagai penerima bantuan. Menurut Kurniawan, 22 warga yang menerima sembako itu merupakan masyarakat yang membutuhkan.
"Saya lihat, dan RT-nya sendiri melihat. Memang ekonominya harus dibantu, kebanyakan orang tua dan sudah lanjut usia, tidak berpenghasilan, dan hidup sendiri," kata Kurniawan.
Terkait dengan data penerima yang tidak tepat sasaran ini, Kurniawan mengaku kebingungan. Menurut dia, pendataan pembagian sembako ini kurang jelas. "Ya inilah yang kita bingung, kenapa warga kami yang ekonominya cukup mampu tapi kok mendapatkan bansos seperti ini," ucapnya. Pertengahan April 2020 lalu, tanpa ada sosialiasi lebih awal, pihak Dinas Sosial memberikan data kepada RW 012 Sunter Jaya. Dari data itu, ada 32 orang di RW 012 yang akan menerima bantuan.
"Dari data Pemprov DKI kita terima 32 paket. Cuman tidak memenuhi sasaran, karena yang mendapatkan itu bisa dibilang 60-70 persen itu mereka ekonomi cukup lah," jelas dia.
Pantauan di perumahan Sunter Indah terlihat dipenuhi rumah-rumah mewah. Bahkan, di dalam kompleks perumahan itu, terdapat beberapa rumah yang berlantai 3. Sebagian besar warga yang tinggal di dalam perumahan Sunter Indah pun terlihat memiliki mobil pribadi. (kcm/rds/tbn)
Foto: DPRD Sidoarjo sidak pengepakan bansos di pergudangan Safe and Lock, Lingkar Timur. (radarsurabaya)
No comments:
Post a Comment