Oleh Imam Shamsi Ali*
SEJAK kehadirannya kami temui banyak hal. Banyak hal yang selama ini kami lalai dan gagal paham. Terima kasih wahai Corona!
Kehadirannya mengingatkan kami tentang kelemahan diri sendiri. Kami diingatkan tentang berbagai keterbatasan dan ketidakmampuan kami. Kami diingatkan betapa pengetahuan dan ilmu kami sangat sedikit dan terbatas.
Kehadirannya menyadarkan kami akan eksistensi kekuatan yang tiada batas. Bahwa betapa di balik tirai kasat ini ada Dia Yang Maha Menguasai, Mengetahui, dan Mengatur segalanya tanpa batas. Keterbatasan, kelemahan dan ketidakmampuan kami sekaligus menunjukkan adanya Dia yang tiada batas, Maha kuat, dan Maha mampu dalam segala hal tanpa batas.
Kehadirannya menyadarkan kami tentang kenikmatan hidup. Bahwa hidup itu sebuah karunia yang harus disyukuri. Hidup bukan "sim salabim". Tidak hadir dengan sendirinya. Melainkan karena karunia Pemilik langit dan bumi. Dia berikan kepada siapa yang dikehendakinya. Dan akan diambilnya kapan saja dari siapa yang dikehendakiNya.
Kehadirannya menyadarkan kami hakikat hidup yang sesungguhnya. Bahwa hidup itu beragam warna. Dan pada setiap warna ada nilai yang tersembunyi. Nilai yang kami tahu. Atau rahasianya tetap tersembunyi di langit. Tapi kami sadar apapun warna dari kehidupan itu, pastinya memiliki nilai yang indah dan mahal.
Kehadirannya menyadarkan kami betapa hidup ini punya batas. Dan menyadarkan kami akan hidup sejati di masa depan. Mengingatkan kami bahwa sebesar dan sehebat apapun dunia kami saat ini, semua itu bukan tujuan kami. Kehadirannya mengingatkan betapa hidup ini akan berakhir pada masanya.
Kehadirannya mengingatkan kami akan nilai dari persaudaraan dan pertemanan kami selama ini. Betapa di saat-saat kami harus terpisah, terasa kerinduan itu. Kerinduan kepada Saudara dan sahabat. Bahwa hubungan persaudaraan itu adalah karunia Ilahi. Dialah yang menjinakkan hati-hati ini dalam ikatan cinta Ukhuwah itu.
Kehadirannya mengingatkan betapa hati-hati kami perih terpisah dari Rumah-Rumah Allah. Rindu suara adzan. Rindu ruku' dan sujud bersama Saudara-Saudara seiman kami. Rindu saling bersalaman dan melempar senyuman kepada sesama. Kerinduan itu menyayat qalbu kami.
Kehadirannya mengingatkan kami akan kerapuhan segalanya. Bahwa kekuatan militer, kekuatan ekonomi, kekuatan politik, dan semua wujud kekuatan itu tiada tanpa kekuatan Yang Maha kuat segala hal. Kini kami sadar bahwa "super power" itu ilusi manusia. Tidak ada yang super melainkan Dia sang Pengendali langit dan bumi.
Kehadirannya mengambrukkan perekonomian dunia dalam sekejap. Menghapus jutaan lapangan kerja dan sumber hidup manusia. Wall Street dan pusat-pusat keuangan dunia tergoncang dan berjatuhan ambruk dalam sekejap.
Kehadirannya mengingatkan jika kekuatan militer sang adì daya itu tiada daya dalam menghadapi makhluk kecil itu. Kekuatan bom nuklir tiada daya di hadapan makhluk terkecil sang Maha Kuasa.
Kehadirannya mengingatkan akan tanggung jawab sosial kami yang sering terabaikan. Lockdown menjadi pemisah di antara kami. Tapi jiwa dan hati tetap menyatu dalam kasih dan ikatan iman. Kami tetap bersama dalam cinta dan doa.
Kehadirannya mengingatkan kami untuk mengedepankan kebersamaan dan persatuan di tengah cobaan dan kesulitan. Kami tersadarkan bahwa kami memiliki musuh bersama untuk dihadapi bersama. Di masa depan, di saat Corona telah menghilang musuh bersama itu tetap ada. Kebodohan, kemiskinan, dan perpecahan adalah musuh bersama Umat yang harus di perangi bersama.
Akhirnya kehadirannya juga mengingatkan tentang dunia kami yang unik. Dunia yang semakin kecil. Dunia yang erat dalam ikatan. Bahwa dunia tidak lagi terpolarisasi dan terpisah. Tapi menyatu dalam satu kata: dunia global.
Menyadarkan kami bahwa tendensi nasionalisme sempit dan kebanggaan ras (racial pride atau rasisme) adalah sikap rendah dan hina. Menyadarkan kami bahwa sesungguhnya hanya ada satu supremasi. Hanya supremasi Dia Yang Berkuasa secara mutlak.
Dan karenanya kehadirannya mengingatkan hal terpenting: a global partnership (kerjasama global manusia).
Kehadirannya mengingatkan juga bahwa sejatinya memang masanya manusia kembali sadar akan kesatuan keluarga kemanusiaan itu.
We are one family. We are human family!
Tinggal anda memilih bersama keluarga kemanusiaan itu. Atau keluar dan menjadi bagian dari keluarga makhluk lain. Mungkin hewan. Atau mungkin juga keluarga pocong. Silahkan memilih! (*)
Moodus, 2 April 2020
* Imam Shamsi Ali adalah pendiri Pesantren Nur Inka Nusantara Madani USA.
No comments:
Post a Comment