TKI dari Malaysia diperiksa rapid test saat tiba di Bandara Juanda.
JAKARTA (DutaJatim.com) - Larangan mudik disambut masyarakat dengan pulang kampung lebih awal. Karena itu sudah agak lama pula para perantau dari Jawa Timur maupun Jawa Tengah dan Jawa Barat serta daerah lain di Indonesia sudah banyak yang mudik ke desanya. Bahkan, para pekerja migran Indonesia alias TKI di luar negeri juga secara bergelombang mudik lebih awal sebelum Ramadhan. Mereka pulkam alias pulang kampung massal.
Untuk mengantisipasi adanya warga yang terus mudik, polisi menutup Tol Elevated Cikarang, tapi tol jalur bawah tetap beroperasi dengan pergerakan kendaraan dibatasi. Tol elevated akan ditutup mulai Kamis (23/4/2020) malam.
“Tol itu kami tutup untuk mencegah pemudik,” kata Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Sambodo Purnomo Yogo, dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (22/4/2020).
Tol jalur bawah tetap beroperasi. Namun pergerakan kendaraan akan dibatasi selama larangan mudik berlaku. "Jadi baik dari arah Cikunir maupun Tol Dalam Kota untuk elevated kami tutup, sehingga semua harus lewat bawah," katanya.
Di sisi lain, tol elevated hanya berlaku bagi kendaraan kecil. Pergerakan kendaraan penumpang, baik pribadi maupun angkutan umum, akan diperiksa di Pos Pengamanan Terpadu Cikarang Barat.
"Karena tol elevated hanya kendaraan kecil dan penumpang, tol elevated akan kami tutup dan kami periksa di Cikarang Barat, kendaraan logistik ke Cikampek," jelasnya.
Namun demikian, pelarangan mudik Lebaran Idul Fitri 2020 di tengah pandemi virus Corona (COVID-19) yang mulai berlaku Jumat 24 April 2020 itu dinilai sangat terlambat. Bahkan dipastikan disambut dengan aksi mudik massal sehari sebelum Ramadhan atau H-1 diberlakukannya larangan mudik sehingga puncak mudik tahun ini pun diperkirakan terjadi pada Kamis 23 Maret 2020 malam.
Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo, menilai keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang mudik Idul Fitri tahun ini terlambat. Meski demikian, FX Rudy mendukung dan meminta para pejabat juga mematuhi aturan larangan mudik itu.
Ketika ditanya jika pemudik adalah pejabat VIP, yakni sekelas gubernur dan menteri, Rudy meminta mereka tidak ke Solo. Termasuk VVIP atau setingkat presiden dan wakil presiden, Rudy meminta agar tidak ke Solo.
"(VIP) ya karantina. Kalau sudah membuat aturan seperti itu, orang Jakarta jangan ke Solo-lah. Biar pun itu VVIP-lah," kata Rudy saat ditemui di kawasan Manahan, Solo, Rabu (22/4/2020).
"Kalau yang membuat aturan VVIP, ya VVIP jangan ke Solo dulu. Masa VVIP mau saya karantina di Grha Wisata, ya nggak pantas," katanya.
Sedangkan untuk mengantisipasi lonjakan pemudik yang nekat, Rudy meminta agar pemerintah melarang transportasi umum. Selain itu, dia meminta masyarakat melaporkan ketika ada pemudik pulang kampung.
"Untuk yang belum mudik ya sekalian saja transportasi dilarang. Masyarakat juga sekarang sudah punya kesadaran, kalau ada pemudik pasti dibawa ke Grha Wisata," ujarnya.
Senada dikatakan pengamat kebijakan publik Agus Pambagio. Dia menilai langkah melarang mudik yang dilakukan oleh Pemerintah terlambat. Pasalnya, sudah banyak orang yang sudah pulang kampung.
Agus menilai selama ini pemerintah terlalu takut mengeluarkan uang banyak untuk memberikan bantuan kepada masyarakat. Pasalnya, tanpa mudik, masyarakat kecil yang merantau harus tetap diberi bantuan. Pasalnya, golongan masyarakat ini kebanyakan sudah tak mampu bekerja dan tak punya penghasilan lagi meski tidak mudik.
"Keputusan ini terlambat, kenapa? Pemerintah takut, karena ketika diminta di rumah orang nggak kerja butuh makan. Nah pemerintah ini nggak mau keluar uang untuk beri makan," kata Agus dalam diskusi online via video bersama YLKI, Rabu (22/4/2020).
Agus menilai seharusnya pemerintah jangan pelit untuk memberi bantuan. Memang sudah ada pemberian bansos, namun dia menyoroti masih banyak pihak yang membutuhkan namun tak mendapatkannya. Bahkan banyak bansos salah sasaran, di mana orang kaya juga mendapat bansos.
"Jangan pelit kasih orang makan. Memang ini sudah ada bansos, tapi datanya nggak benar. Ini masih banyak yang belum dapat," kata Agus.
Agus juga mengingatkan agar dalam kebijakan melanggar mudik ini pemerintah harus menyiapkan sanksi dan skema yang jelas. Dia meminta aturan soal skema dan sanksinya cepat diterbitkan.
"Nah ini kebijakan juga tidak ada sanksinya, peraturannya pun ambigu. Tanpa sanksi kebijakan tak akan berjalan baik. Lalu, ini mekanisme untuk mudik ini belum keluar, nah ini bingung tol sama polisi gimana aturannya. Makanya ini harus secepatnya, jangan nggak siap begini," tegasnya.
Puncak Mudik
Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, memprediksi terjadinya mobilisasi besar warga untuk pulang kampung menjelang pelarangan mudik pada Jumat 24 April 2020.
Menurut Djoko, warga bakal berbondong-bondong mudik dengan transportasi umum ataupun kendaraan pribadi sebelum ritual tahunan itu dilarang untuk semua masyarakat. Sebelumnya, larangan mudik hanya berlaku bagi PNS, TNI-Polri, dan pegawai BUMN.
"Harus diantisipasi eksodus besar-besaran menggunakan angkutan umum atau bisa juga kendaraan bermotor berpelat hitam," kata Djoko saat dihubungi, Rabu, 22 April 2020.
Karena itu, Djoko mengingatkan agar pemerintah melakukan tindakan preventif. Dia menyebut, petugas dapat mendata pelat nomor atau identitas pemudik. Data itu kemudian dilaporkan ke pemerintah daerah lain yang menjadi tujuan pemudik. Dengan begitu, pemerintah daerah setempat mengantongi data ihwal jumlah orang yang harus menjalani karantina selama 14 hari.
Selain itu, Djoko menyarankan polisi berjaga di titik-titik keberangkatan seperti terminal dan stasiun. Saat penjagaan itu polisi diharapkan mengimbau warga untuk tidak mudik selama dua hari ke depan. "Kepolisian menghadang di jalan suruh kembali-lah tapi belum ada tindakan hukum," katanya.
Bagaimana dengan ratusan TKI dari Malaysia yang akan mudik? Bahkan banyak yang sudah mudik, termasuk ke Jatim. TKI asal Malaysia ini setiba di Bandara Juanda Sidoarjo langsung menjalani rapid test sebelum pulang ke desanya. Tapi masih ratusan ribu TKI akan mudik.
Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Edy Rahmayadi mengatakan ada 569 ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan pulang dari Malaysia ke Tanah Air melalui Provinsi Sumut. Dia meminta bantuan aparat TNI-Polri untuk turut mengawal kedatangan para TKI ini untuk mengantisipasi kerepotan yang dapat terjadi.
"Ini yang harus kita antisipasi, akan masuk TKI sebanyak 569 ribu dari Malaysia. TKI ini dari seluruh Indonesia. Mereka minta buka dari Pelabuhan Teluk Nibung, Tanjungbalai," tutur Edy saat mengikuti Operasi Aman Nusa II Toba Penanggulangan COVID-19 di Medan, Rabu (22/4/2020).
Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan juga mewaspadai kepulangan ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) dari luar negeri. TKI dari Malaysia menjadi salah satu yang disoroti Luhut karena ada risiko di tengah pandemi corona.
"Ini memang masalah tersendiri, kedatangan tenaga kerja kita dari Kuala Lumpur itu hampir 505.000. Dan angka itu bisa bertambah. Kemudian dari Taiwan," kata Luhut dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI yang berlangsung virtual, Selasa (21/4/20).
UU Karantina Kesehatan
Seperti diketahui Presiden Joko Widodo kini melarang seluruh warga mudik. Alasan larangan mudik, kata Presiden, karena ada 24 persen warga yang biasa mudik--atau sekitar 4,6 juta warga--ingin tetap pulang ke kampung halaman meski ada situasi darurat.
"Mudik semuanya akan kita larang," kata Jokowi dalam rapat terbatas yang disiarkan pada kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (21/4/2020).
Padahal sebelumnya Jokowi memutuskan larangan mudik ditujukan untuk seluruh aparatur negara, dari ASN hingga TNI serta Polri. Namun kini keputusan Jokowi meluas untuk semua masyarakat.
Jokowi lalu menyebutkan hitungan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengenai jumlah masyarakat yang bertahan di kota atau ingin mudik. Menurut Jokowi, angka yang ingin mudik masih cukup tinggi, yaitu 24 persen.
"Dari hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan disampaikan bahwa yang tidak mudik adalah 68 persen, yang tetap masih bersikeras mudik 24 persen, yang sudah mudik 7 persen. Artinya, masih ada angka yang sangat besar, yaitu 24 persen tadi," kata Jokowi.
Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan larangan mudik akan berlaku Jumat, 24 April 2020. "Berlaku mulai 24 April 2020," kata Luhut. Sedangkan sanksi, kata Luhut, efektif berlaku 7 Mei 2020.
Sanksi-sanksi bagi warga yang melanggar larangan mudik disampaikan pejabat Korlantas Polri dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Sanksinya akan merujuk pada UU Karantina Kesehatan nomor 6 tahun 2018.
Polisi lalu lintas akan menginstruksikan kepada warga yang bersikeras pulang kampung untuk kembali ke tempat tinggal masing-masing. "Kami suruh balik kanan," kata Kakorlantas Polri Irjen Istiono.
Ditanya ada atau tidak sanksi bagi warga yang keukeuh mudik, Istiono menjawab akan melakukan penghalauan kendaraan pemudik dengan persuasif.
Dia mengatakan masyarakat harus menyadari dan memaklumi kondisi saat ini, yaitu pandemi Corona (COVID-19).
"Nanti kita laksanakan persuasif saja. Ini operasi kemanusiaan. Masyarakat yang harus sadar dan maklum tentang kondisi ini," jelas Istiono.
Direktur Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setyadi mengatakan akan ada pemberian sanksi tersebut bagi masyarakat yang bandel melakukan mudik.
"Masyarakat memaksa mudik ada sanksinya," kata Budi dalam diskusi virtual bertajuk 'Siapa Mudik di Tengah Pandemi?'.
Budi menambahkan sanksi tersebut merujuk kepada UU Karantina Kesehatan.
"Ini bukan pelarangan lalu lintas. Nah sanksi itu bisa diterapkan dengan UU Karantina Kesehatan. Sudah ada di sana. Kemudian berikutnya (sanksi) yang terendah atau teringan itu sanksinya bisa dikembalikan saja atau tidak melanjutkan untuk tidak mudik. Dipulangkan lagi. Sanksinya itu ada di UU Karantina No 6 tahun 2018," katanya.
Budi Setiyadi menjelaskan sanksi paling berat bisa jadi terkena denda dan hukuman kurungan. "Ada denda sama hukuman. Dendanya berapa lupa saya, dilihat UU-nya aja. Kalau hukuman ya mungkin kurungan." kata Budi.
Bila dilihat dari UU No 6 tahun 2018, dalam pasal 93 disebutkan ada hukuman kurungan paling lama setahun dan denda maksimal hingga Rp 100 juta.
"Setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)" begitu bunyi pasal 93. ( tmp/wis/ det)
No comments:
Post a Comment