JOMBANG (DutaJatim.com) - Para pengusaha garmen beralih memproduksi masker. Hal itu karena orden produksi garmen sepi. Bahkan pengusaha garmen hampir saja merumahkan karyawannya. Namun hal itu tidak terjadi setelah mereka beralih memproduksi masker.
"Kami beralih produksi masker karena permintaan meningkat. Bahkan sampai kewalahan. Sempat menolak pesanan sebab tenaga kerjanya kurang," kata salah seorang pengusaha garmen di Jombang Jawa Timur yang kini produksi masker, Minggu 19 April 2020.
Pantauan di pabrik garmen sang pengusaha, hingga malam hari para karyawan masih terus menjahit masker. Ada belasan karyawan yang sibuk memproduksi masker. "Mereka shif malam," katanya.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia Rizal Rakhman mengatakan tingginya permintaan masker dan alat pelindung diri membuat utilitas pabrikan tekstil sejumlah perusahaan melonjak.
"Cukup besar, mungkin bisa dua kali lipat (kenaikan utilitas pabrik)," kata Rizal seperti dikutip dari Tempo.co, Minggu, 19 April 2020. Kebutuhan akan dua produk tersebut belakangan ini naik lantaran mewabahnya Virus Corona alias COVID-19.
Memanfaatkan momentum tersebut, sejumlah perusahaan tekstil dan produk tekstil mulai mengalihkan produksinya untuk membuat masker dan APD. Kendati demikian, menurut Rizal, jumlah perusahaan beralih produksi, tidak cukup banyak ketimbang total pelaku industri TPT.
"Belum banyak, hanya sekitar 20-an dari total perusahaan anggota API yang mencapai lebih dari 1.500 perusahaan," tutur Rizal. Sehingga, meskipun itu (pengalihan produksi ke masker dan APD) berpengaruh, secara nasional belum terlalu signifikan," ujarnya.
Rizal mengatakan secara nasional tidak semua pabrik bisa beralih untuk memproduksi APD dan masker. Sementara di tengah mewabahnya Corona ini kondisi pasar lesu dan menekan semua sektor TPT. Rata-rata, utilitas pabrik tekstil saat ini tertekan hingga di bawah 50 persen.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menargetkan industri dalam negeri bisa memproduksi 18 juta potong alat pelindung diri pada Mei 2020. Adapun kebutuhannya adalah sekitar lima sampai sepuluh juta potong per bulan.
"Kami prediksi pada awal bulan Mei kalau utilisasi produksi mencapai seratus persen, maka apa yang kami data, 18 juta picis per bulan bisa terpenuhi dan tercapai," kata Agus dalam rapat bersama Dewan Perwakilan Rakyat, Senin, 6 April 2020.
Berdasarkan paparan kemenperin, ada 35 perusahaan di Tanah Air yang siap memproduksi APD. Dengan jumlah tersebut, kapasitas produksi bisa mencapai 18,3 juta potong per bulan. "Sekarang masih tahap persiapan, mudah-mudahan bulan Mei akan tercapai."
Produksi APD itu pun, kata Agus, mulai bisa terdorong dengan terlibatnya pelaku industri tekstil dan produk tekstil Indonesia untuk mengalihkan produksinya. Salah satu perusahaan yang telah mulai memproduksi APD antara lain PT Sri Rejeki Isman Tbk alias Sritex yang kini produksinya mencapai 140 ribu picis per bulan dan ditargetkan bisa meningkat ke satu juta picis per bulan.
Sebelumnya, Direktur Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kemenperin Elis Masitoh menjelaskan, penambahan produksi APD di dalam negeri berasal dari sejumlah perusahaan eksisting yang mendiversifikasi produknya, termasuk di sektor industri tekstil.
“Kami berharap, produsen ini akan mampu memenuhi produksi 16-17 juta unit APD per bulan dan untuk baju medis atau surgical gown sebesar 508.800 paket per bulan,” tuturnya. Selanjutnya, kebutuhan masker dalam menghadapi pandemic Covid–19 ini diperkirakan mencapai 162 juta buah per bulan. Sementara itu, kapasitas produksi di dalam negeri sebesar 131 juta per bulan. (gas/tmp)
No comments:
Post a Comment