JAKARTA (DutaJatim.com) - PT Pertamina (Persero) jadi sorotan publik di tengah wabah Corona. Pasalnya, BUMN migas ini masih enggan melakukan penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Padahal harga minyak dunia sudah turun.
Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan pun menyindir Pertamina. Untuk itu Pertamina menjawab kritikan tersebut dengan memberi diskon harga BBM hingga 30% kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia. Tapi tidak semua BBM dapat diskon.
"Dalam masa Ramadhan ini kita baru saja luncurkan diskon 30% untuk harga BBM. Kalau 30% ya dihitung saja, kalau misalnya pertamax harga dasarnya Rp 9.000 lalu diskon 30% kan lumayan ya," kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam telekonferensi bertajuk Update Kinerja Pertamina, Kamis (30/4/2020).
Adapun diskon ini berlaku untuk produk Pertamax Series dan Dex Series terhitung sejak 27 April hingga 23 Mei 2020. Nicke memastikan pihaknya akan mengupayakan hal-hal terbaik dalam menghadapi pandemi Corona.
Di samping itu, Nicke menjelaskan alasan Pertamina belum juga menurunkan harga minyak mengikuti harga minyak dunia. Lantaran, adanya Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 62K/MEM/2020 yang diteken pada 28 Februari 2020 dan baru berlaku per 1 Maret 2020 lalu.
Dalam aturan baru ini, penentuan harga BBM bergantung pada harga produk minyak hasil kilang di Singapura (Mean of Platts Singapore/MOPS) atau acuan Argus, yang mana perhitungan formula harganya menggunakan rata-rata harga publikasi dua bulan ke belakang untuk penetapan harga BBM di bulan berjalan. "Karena kan dalam membuat formula (harga) itu kita melihatnya 2 bulan ke belakang dulu," katanya.
Sehingga untuk menurunkan harga BBM di Indonesia harus dihitung dulu dari rata-rata bulan Februari-Maret 2020 lalu. Sedangkan harga rata-rata minyak pada dua bulan tersebut masih tergolong tinggi, sehingga wajar harga BBM bulan April ini tidak mengalami penurunan seperti harga minyak dunia lain.
"Harga 2 bulan kebelakang itu harga nya memang masih tinggi sehingga secara rata-rata sebetulnya kalau kita lihat, harga MOPS itu masih US$ 52,3 per barel. Jadi sesuai dengan itu angkanya segitu," ungkapnya.
Tak hanya kali ini saja Indonesia tampak tidak mengikuti perkembangan harga dunia. Menurutnya tahun lalu juga demikian, saat harga minyak mentah naik, pihaknya tidak serta-merta menaikkan harga BBM. Lantaran, kondisi harga dan produkai minyak di Indonesia memang tidak bisa disamakan dengan negara-negara lain.
"Mungkin masih ingat ya tahun lalu ketika harga itu naik sampai tinggi sekali, kita tidak serta-merta naikkan harga, kita lihat dulu, karena ini sesuatu yang tidak mudah, kita tidak bisa kemudian langsung dikaitkan begitu," tuturnya.
Namun, masalahnya sekarang rakyat dalam kondisi terpuruk akibat wabah virus Corona. Sementara BBM merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi masyarakat untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Karena itu banyak kalangan melihat aneh kebijakan Pertamina tersebut.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) periode 2010-2014, Dahlan Iskan, pun melihat sesuatu yang ganjil itu. Bahkan Dahlan Iskan memposting tulisan menarik soal harga
bahan bakar minyak (BBM). Saat harga minyak turun, drastis bahkan sempat minus, harga jual BBM domestik tak berubah. Yang menarik, rakyat tidak protes. Karena itu Dahlan pun menyindir Pertamina. Simak ulasan Dahlan yang di posting di blog pribadinya, https://www.disway.id/, berikut ini:
Iba BBM
Siapa ya yang harus diam-diam bersyukur ada wabah Corona? Sehingga harga BBM tidak segera turun pun tidak ada yang ribut?
Pun ketika harga gula naik tidak ada yang mempersoalkan. Demikian juga ketika beberapa harga lainnya ikut melejit: oke-oke saja.
Bahkan ketika iuran BPJS tidak diturunkan juga biasa-biasa saja --padahal Mahkamah Agung sudah memerintahkan pembatalan kenaikan itu.
Corona telah membuat ibu-ibu kita lebih bersabar --toh sulit ke pasar. Virus ini telah membuat mahasiswa kian adem --gak mungkin bisa demo. Dan Covid-19 ini ternyata jadi penyebar totaliter paling efektif: praktis praktek-praktek demokrasi bisa diabaikan sampai jakunnya.
Maka apa boleh buat: baiknya kita tunggu saja datangnya belas kasihan. Terserah saja kapan harga BBM akan diturunkan. Kita serahkan sepenuhnya kepada kebaikan hati yang punya wewenang menurunkannya.
Demikian juga harga-harga kebutuhan dapur. Kita relakan naik ke atas langit-langit sekali pun. Kita harus mafhum se mafhum mafhumnya: Corona telah menyulitkan koordinasi.
Kita adalah bangsa toleran. Yang tidak toleran bisa dianggap ekstrem. Dan tidak Pancasialis.
Kita harus toleran bahwa Pertamina itu bukan pedagang minyak murni. Yang kalau harga kulakannya turun, harga jualnya bisa langsung turun. Yang kalau harga minyak mentah dunia kini tinggal 20 dolar/barel, harga bensin bisa langsung diturunkan menjadi sekitar Rp 5.000/liter.
Kita harus memahami bahwa Pertamina itu juga memiliki kilang sendiri dan sumur minyak sendiri. Kilang itu memerlukan biaya operasi. Sumur minyak itu harus dijaga jangan sampai mati. Semua itu perlu biaya. Kita lah yang bisa jadi donaturnya.
Itulah sebabnya di Amerika minyak dijual dengan harga serendah apa pun --asal ada yang mau beli. Kalau tidak ada yang membeli minyak itu hanya memenuhi tangki. Kalau semua tangki sudah penuh, bagaimana?
Itulah persoalannya. Kalau tidak ada yang membeli minyak itu akan meluber ke mana-mana. Mencemari bumi manusia.
Sumur minyaknya sendiri akan terus mengalirkan minyaknya ke tangki. Tidak bisa ditutup. Kalau krannya diputer mati, kran itu akan jebol --kena tekanan.
Jalan satu-satunya untuk menutup sumur itu: diluluhi semen khusus. Sampai dasar sumurnya di perut bumi. Dibuat mati. Lalu sumur itu RIP selama-lamanya.
Kelak, untuk menghidupkan kembali mahal sekali --sama dengan biaya menggali sumur baru. Maka, kalau Covid-19 ini diperpanjang sampai satu tahun lagi, bisa-bisa orang di Amerika mendapat bensin gratis. Bahkan yang masih mau pakai bensin bisa mendapat bonus durian super tembaga.
Mematikan sumur itu pun perlu biaya. Kan lebih baik biarlah terus mengalir --dengan harapan masih ada yang mau membeli.
Kilang minyak pun harus jalan terus. Kalau dimatikan biaya mematikannya juga besar. Dan itu bisa membuat kilangnya almarhum.
Jadi Pertamina harus tetap mengoperasikan sumur-sumurnya. Dengan biaya dari Anda semua.
Alhamdulillah.
Di bulan ramadan ini kita bisa lebih banyak bersedekah. Sedekah terbesar kita ya ke Pertamina itu.
Alhamdulillah, kita bisa menjadi orang sabar. Bukankah di bulan Ramadan ini kita harus taat pada bunyi kitab suci Al Quran -"orang sabar itu kekasih Tuhan".
Kita justru harus iba kepada Pertamina. Pendapatannya yang besar itu tidak bisa lebih besar lagi. Kasihan. Itu akibat yang beli bensin tidak sebanyak sebelum Corona. Turun hampir 50 persen --seperti dikatakan direksinya.
Saya ingat kiat Pak Jusuf Kalla dulu. Ketika harus menaikkan harga BBM sangat tinggi. Itu akibat harga minyak mentah melonjak sampai tidak masuk akal: di atas 100 dolar/barel.
Kiat beliau adalah: naikkan BBM sehari sebelum bulan Ramadhan. Agar besoknya tidak ada demo besar. Maka jangan harap harga BBM akan turun selama masih ada bulan Ramadhan. Bahkan, jangan-jangan, selama masih ada Corona. (Dahlan Iskan). (*)
No comments:
Post a Comment