Para janda dan fakir miskin warga Siwalankerto antre mendapatkan kain kebaya. Kain ini bisa dibuat kebaya atau bisa juga dibuat baju.
SURABAYA (DutaJatim.com) - Pada bulan Ramadhan 1441 H kali ini, Lembaga Pendidikan dan Pondok Pesantren Amanatul Ummah, Pacet Mojokerto dan Siwalankerto Surabaya membagi 60.000 sak beras (@ 5kg) dan 40.000 sarung dan kain kebaya kepada masyarakat sekitar.
“Biasanya, setiap Idul Fitri kami hanya membagi sarung atau kain kebaya ke masyarakat sekitar. Namun kali ini, kami tambahi dengan 300 ton beras atau 60.000 sak beras. Dan jumlah sarung dan kebayanya juga kami tambah hingga berjumlah 40.000. Jumlah tersebut, kemungkinan bisa bertambah,” kata Prof. DR. KH Asep Saifuddin Chalim MA, saat membagi beras dan sarung di Kelurahan Siwalankerto, Kec. Wonocolo, Surabaya (23/5/2020).
Selain beras dan sarung, setiap kali memberikan bingkisan, juga disertai uang saku, yang jumlahnya berkisar antara Rp 50.000 – Rp 500.000/ orang.
Babinsa dan aparat Polsek Wonocolo ikut membagikan beras ke warga Siwalankerto.
Di Kelurahan Siwalankerto ini, berdiri sekolah Amanatul Ummah mulai dari Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliayah dan juga Pondok Pesantren.
Sedang Amanatul Ummah, di Pacet, Mojokerto, juga berdiri sekolah mulai dari MI, Mts, MA, SD, SMP, SMA baik status Unggulan maupun MBI (madrasah bertaraf internasional) serta Pesantren dan Institut Pesantren KH Abdul Chalim, di Pacet, Mojokerto.
Dijelaskan oleh Iwan, salah satu panitia pembagian beras dan sarung di Siwalankerto, untuk warga Siwalankerto, dibagikan sekitar 1.200 sak beras dan 1.000 sarung serta uang saku. Selebihnya, yakni sekitar 58.200 sak dan 39.000 sarung, dibagikan ke masyarakat di Mojokerto.
Penambahan beras bagi masyarakat, karena Kiai Asep merasa prihatin terhadap efek dari wabah Covid -19 (Corona Virus 2019) terhadap masyarakat. “Dengan sodaqoh beras dan sarung, walau pun tidak banyak, kami berharap bisa meringankan beban ekonomi masyarakat,” kata Kiai Asep merendah.
Kampung Abangan
Dikisahkan oleh Kiai Asep, bahwa awal mendirikan Ponpes Amanatul Ummah di Kelurahan Siwalankerto, Wonocolo, Surabaya, dia banyak dimusuhi oleh warga setempat.
“Karena di sini dulu daerah abangan. Banyak peminum dan perilaku semacamnya. Banyak orang yang memusuhi, memfitnah, macam-macam. Tapi kita hadapi dengan sabar,” jelas Kiai Asep.
Sampai pernah Kiai Asep meminta bantuan Banser NU untuk ikut menjaga Ponpesnya dari ancaman warga.
“Tapi kemudian kami laksanakan sistem dakwah bil al-hal. Yakni berdakwah dengan karya nyata, memberi contoh, yang bisa dinikmati dan bisa mengangkat harkat, martabat dan kesejahteraan kelompok masyarakat. Mereka kami santuni, terutama para yatim piatu, para janda, para fakir miskin. Alhamdulillah, lama-lama fitnah dan sifat permusuhan berkurang hingga sekarang, mereka yang dulu memusuhi, justru mendukung kita,” jelas Kiai Asep.
Hal yang sama juga dialami ketika Kiai Asep mendirikan Pondok Pesantren dan sekolahan-sekolahan di Desa Kembang Pelor, Pacet, Mojokerto.
Dari pengalaman di Siwalankerto, maka di Pacet Kiai Asep langsung menerapkan sistem dakwah bil al-hal. Yakni memberikan sedekah dan bantuan berbagai kebutuhan.
“Malah saya di Pacet tak harus berdakwah, sosialisasi ke desa-desa. Cukup anak-anak (para santri red) membagikan sedekah, lama kelamaan masyarakat bisa menerima. Sekarang justru masyarakat rutin sholat Jumat di masjid Ponpes Amanatul Ummah. Ya alhamdulillah sekarang kami bisa hidup berdampingan, bersama-sama saling mengisi, saling memberi manfaat,” kata Kiai Asep.
Tak hanya itu, dengan hadirnya Ponpes dan sekolahan Amanatul Ummah, kehidupan beragama di Desa Kembang Pelor dan sekitarnya, semakin semarak. Bahkan, ustad-ustad dan kiai-kiai yang selama ini dakwanya kurang diperhatikan, kini mereka mengaku mulai diperhatikan masyarakat.
“Ya alhamdulillah. Kita harus yakin, bahwa selama kita memiliki maksud baik, maka masyarakat akan mendukungnya. Karena pada hakekatnya, di setiap kalbu manusia, selalu ada cahaya kabaikan, cahaya Illahi” tegas Kiai Asep. (nuruddin/din)
No comments:
Post a Comment