MOJOKERTO (DutaJatim.com) - Idul Fitri 1441 H ini cukup istimewa buat saya. Pertama, karena di tengah wabah virus Corona (Covid-19) yang membuat Pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di kota tempat tinggal saya di Sidoarjo---PSBB juga di Surabaya, Gresik, dan Malang Raya.
PSBB membuat saya kebingungan mencari masjid untuk salat Idul Fitri setelah masjid di kompleks perumahan saya sempat dilakukan rapid test dan hasilnya 6 jamaah reaktif-- meski kemudian hasil swab negatif. Dari ini muncul cerita ini: khawatir tidak bisa salat Jumat dan salat Idul Fitri.
Masjid ini sempat tidak melaksanakan salat jamaah. Tapi hanya sehari. Sebab kemudian takmir tetap melaksanakan salat berjamaah termasuk tetap menggelar tarawih dan jumatan meski jamaahnya berkurang.
Dan karena tidak tahu bila masjid ini masih menggelar salat berjamaah lagi, saya pun salat Jumat di masjid lain yang ada di kampung. Saat pulang dari Jumatan, saya pun berpapasan dengan jamaah yang baru keluar dari masjid di kompleks perumahaan saya tersebut.
Tapi apakah masjid ini melaksanakan salat Idul Fitri? Sampai sehari sebelum Idul Fitri, tidak ada tanda-tanda akan ada salat ied di masjid ini. Padahal biasanya sudah dipasang spanduk. Pengumuman salat Idul Fitri beserta nama imam dan khatibnya.
Jalanan di sekitar masjid biasanya juga dikasih garis-garis putih tanda shof bagi jamaah yang setiap tahun meluber keluar dari kompleks masjid. Tapi kali ini sama sekali tidak ada tanda ada salat ied.
Ini beda dengan saat menyambut Ramadhan yang dikesankan cukup meriah. Halaman masjid dihias sehingga jadi lebih sumringah.
Ada tenda dengan hiasan mirip resepsi pernikahan dengan lampu warna warni.
Sebagian jamaah bertanya-tanya. Ada apa?
Bahkan ada jamaah yang mengira ada acara pernikahan. Ada pula yang menyebut tenda check point PSBB sebelum masuk masjid. Tapi kok tak ada petugasnya?
Ya inilah cara takmir masjid memberi nuansa semarak Ramadhan meski di tengah cekam Corona. Dan benar, masjid pun hidup. Jamaah Tarawih cukup banyak. Bahkan saat kena rapid test acak ada 123 jamaah. Alhamdulillah para jamaah sehat.
Kedua, kebetulan saya mendapat undangan untuk mengikuti salat Idul Fitri 1441 H di Masjid KH Abdul Chalim kompleks Ponpes Amanatul Ummah Kembangbelor Pacet Mojokerto Minggu 24 Mei 2020. Bersama seorang teman, saya berangkat sebelum Subuh.
Saat melintas di depan masjid kompleks perumahan saya, baru saya tahu ada salat Ied sebab takmir sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Dan info dari jamaah yang ikut salat ied di masjid ini, ternyata jamaahnya pun tak jauh beda dengan Idul Fitri tahun-tahun sebelumnya. Jamaah meluber sampai jalanan sekitar masjid. Membludak.
Pemandangan serupa saya lihat selama perjalanan dari Sidoarjo menuju Pacet. Masjid-masjid di sepanjang jalur menuju Ponpes Amanatul Ummah semua menggelar Salat Idul Fitri. Jalanan diwarnai jamaah yang bergerak menuju masjid. Jalan-jalan juga sebagian dipakai untuk salat Ied.
Bahkan saat memasuki desa Bulang----desa pusat kue klepon---jalan ditutup total untuk mobil. Sebab dipakai oleh takmir masjid untuk antisipasi membludaknya jamaah. Kendaraan saya diarahkan masuk jalan kampung untuk kembali ke jalan raya lagi setelah lokasi masjid.
Namun tak jauh dari masjid pertama, saya yang bermobil bersama teman harus berhenti lagi karena dihadang sejumlah remaja.
"Jamaah salat ied ya pak?," kata pemuda yang menghampiri kendaraan saya. Maklum saya berpakaian baju koko, bersarung, dan berkopyah.
"Maaf, saya mau ke Pacet!" jawab saya.
"Oo...Belok sana ya Pak, nanti keluar di sana setelah masjid. Maaf jalan ditutup sementara untuk salat ied," katanya.
Mobil harus belok lewat jalan sempit pinggir kali. Selepas itu, lancar. Tapi pemandangan masjid-masjid di Mojosari hingga Pacet menggelar salat ied sangat terasa. Tak ada bedanya dengan tahun sebelumnya saat tidak ada wabah Corona.
Saat salat Ied di Masjid KH Abdul Chalim, khotbah Ied disampaikan oleh pengasuh Ponpes Amanatul Ummah Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim. Kiai Asep sempat menyinggung kebijakan penutupan masjid yang dianggap melenceng. Pertama, PSBB atau kebijakan terkait Covid-19 itu aslinya pembatasan. Bukan penutupan.
Artinya, harus dicari cara agar salat berjamaah di masjid tetap bisa dilaksanakan tapi dengan tetap memenuhi protokol kesehatan. Mulai social distancing, cuci tangan, pakai masker dan lain-lain. Jadi bukan dilarang. Bukan ditutup.
Seperti Masjid Al Akbar yang tidak diberi izin oleh Pemprov Jatim melaksanakan salat ied.
"Saya pun mengimbau masjid-masjid agar jangan berkiblat ke Masjid Al Akbar, tapi ke Masjid Sunan Ampel Surabaya. Dan lihat, semua masjid berkiblat ke Masjid Sunan Ampel dengan melaksanakan salat ied. Jadi umat tidak mengikuti imbauan Pemerintah," kata Kiai Asep.
Kiai Asep menekankan bahwa yang suka menutup masjid itu ekstrem kiri. Para Komunis. Dan bila akhirnya masjid-masjid ditutup, para komunis inilah yang diuntungkan. Mereka sangat senang.
"Tapi aneh, para ulama dan kiai kok membiarkan. Padahal itu dilarang oleh agama," katanya.
Ya inilah cara takmir masjid memberi nuansa semarak Ramadhan meski di tengah cekam Corona. Dan benar, masjid pun hidup. Jamaah Tarawih cukup banyak. Bahkan saat kena rapid test acak ada 123 jamaah. Alhamdulillah para jamaah sehat.
Kedua, kebetulan saya mendapat undangan untuk mengikuti salat Idul Fitri 1441 H di Masjid KH Abdul Chalim kompleks Ponpes Amanatul Ummah Kembangbelor Pacet Mojokerto Minggu 24 Mei 2020. Bersama seorang teman, saya berangkat sebelum Subuh.
Saat melintas di depan masjid kompleks perumahan saya, baru saya tahu ada salat Ied sebab takmir sibuk menyiapkan segala sesuatunya. Dan info dari jamaah yang ikut salat ied di masjid ini, ternyata jamaahnya pun tak jauh beda dengan Idul Fitri tahun-tahun sebelumnya. Jamaah meluber sampai jalanan sekitar masjid. Membludak.
Pemandangan serupa saya lihat selama perjalanan dari Sidoarjo menuju Pacet. Masjid-masjid di sepanjang jalur menuju Ponpes Amanatul Ummah semua menggelar Salat Idul Fitri. Jalanan diwarnai jamaah yang bergerak menuju masjid. Jalan-jalan juga sebagian dipakai untuk salat Ied.
Bahkan saat memasuki desa Bulang----desa pusat kue klepon---jalan ditutup total untuk mobil. Sebab dipakai oleh takmir masjid untuk antisipasi membludaknya jamaah. Kendaraan saya diarahkan masuk jalan kampung untuk kembali ke jalan raya lagi setelah lokasi masjid.
Namun tak jauh dari masjid pertama, saya yang bermobil bersama teman harus berhenti lagi karena dihadang sejumlah remaja.
"Jamaah salat ied ya pak?," kata pemuda yang menghampiri kendaraan saya. Maklum saya berpakaian baju koko, bersarung, dan berkopyah.
"Maaf, saya mau ke Pacet!" jawab saya.
"Oo...Belok sana ya Pak, nanti keluar di sana setelah masjid. Maaf jalan ditutup sementara untuk salat ied," katanya.
Mobil harus belok lewat jalan sempit pinggir kali. Selepas itu, lancar. Tapi pemandangan masjid-masjid di Mojosari hingga Pacet menggelar salat ied sangat terasa. Tak ada bedanya dengan tahun sebelumnya saat tidak ada wabah Corona.
Saat salat Ied di Masjid KH Abdul Chalim, khotbah Ied disampaikan oleh pengasuh Ponpes Amanatul Ummah Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim. Kiai Asep sempat menyinggung kebijakan penutupan masjid yang dianggap melenceng. Pertama, PSBB atau kebijakan terkait Covid-19 itu aslinya pembatasan. Bukan penutupan.
Artinya, harus dicari cara agar salat berjamaah di masjid tetap bisa dilaksanakan tapi dengan tetap memenuhi protokol kesehatan. Mulai social distancing, cuci tangan, pakai masker dan lain-lain. Jadi bukan dilarang. Bukan ditutup.
Seperti Masjid Al Akbar yang tidak diberi izin oleh Pemprov Jatim melaksanakan salat ied.
"Saya pun mengimbau masjid-masjid agar jangan berkiblat ke Masjid Al Akbar, tapi ke Masjid Sunan Ampel Surabaya. Dan lihat, semua masjid berkiblat ke Masjid Sunan Ampel dengan melaksanakan salat ied. Jadi umat tidak mengikuti imbauan Pemerintah," kata Kiai Asep.
Kiai Asep menekankan bahwa yang suka menutup masjid itu ekstrem kiri. Para Komunis. Dan bila akhirnya masjid-masjid ditutup, para komunis inilah yang diuntungkan. Mereka sangat senang.
"Tapi aneh, para ulama dan kiai kok membiarkan. Padahal itu dilarang oleh agama," katanya.
(nda/gas)
No comments:
Post a Comment