JAKARTA (DutaJatim.com) - Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi membeber keanehan kondisi APBN 2020 terkait Covid-19. Dia menyebut ada "nenek sihir" yang menyulap APBN 2020 hingga terus mengalami kenaikan tersebut. Benarkah? Siapa "nenek sihir" ini?
Uchok menjelaskan, pada tanggal 5 Mei 2020 Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan paparan kepada Komisi XI DPR soal postur baru anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2020 sesuai Perpres No.54/2020.
"Dalam paparan postur APBN baru tersebut, Pemerintah akan menjalankan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), guna merespon dampak pelemahan ekonomi yang berlanjut hingga saat ini karena pandemi corina virus disease 2019 (Covid-19)," kata Uchok dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin 8 Juni 2020 siang ini.
Menurut Uchok, program PEN ini, atau yang lebih populer disebut program untuk memerangi Covid 19 mempunyai anggaran yang besar, dan sangat aneh.
"Kelihatan aneh, seperti ada nenek sihir, yang sangat ahli menyulap anggaran. Yang seketika, bisa mengalami kenaikan anggaran yang terus menerus seperti tanpa punya rem," katanya.
Ini artinya, lanjut Uchok, mantra- mantra nenek sihir tersebut sangat mujarab. Bisa seenak saja, menaikkan anggaran Covid-19 tanpa memikirkan sumber pendanaan.
Lihat saja pada bulan Mei 2020, anggaran alokasi awal untuk memerangi Covid-19 hanya sebesar Rp.405,1 triliun. Tiba-tiba tiada hujan, tiada angin, anggaran Covid-19 dinaikkan lagi mencapai Rp.641,1 triliun. Lalu bim salabim anggaran Covid-19 disihir naik lagi sebesar Rp.667,1 triliun.
"Kemudian, penambahan APBN dari alokasi anggaran untuk Covid-19 tidak ada jaminan akan berhenti pada angka angka Rp.667,1 triliun. Sepertinya anggaran Covid-19 terus menerus melaju mengalami kenaikan sesuai selera menteri keuangan sendiri. Bisa bisa saja, dalam hitungan minggu atau bulan tiba tiba ada lagi kenaikan anggaran tersebut," katanya lagi.
Dari kenaikan angka- angka tersebut, Uchok menerangkan, pihak kementerian keuangan memang tidak pernah menjelaskan secara gamblang terbuka ke publik. Sebetulnya apa yang menjadi penyebab ukuran kenaikan tersebut.
Tetapi yang jelas, kenaikan anggaran Covid-19 sedang memperlihatkan bahwa menteri keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI) tidak punya perencanaan yang baik untuk menanggulangi bencana wabah Covid-19.
"Seharusnya seorang SMI, yang katanya menyandang gelar menteri keuangan terbaik dunia, punya perencanaan yang baik. Sudah handal bisa menghitung berapa triliun yang harus dialokasikan untuk kebutuhan dan kepentingan untuk memerangi Covid-19. Dengan bisa menghitung kebutuhan alokasi anggaran tersebut, berarti anggaran Covid-19 tidak usah tiap bulan mengalami kenaikan," paparnya.
Gado-gado
Selain itu, menurut Uchok, bila melihat anggaran Covid-19 pada postur baru APBN 2020 akan terlihat kacau balau. Karena anggaran Covid-19 seperti "gado gado" alias dicampur-campur dengan anggaran rutin yang lain. Sehingga tidak bisa melihat mana anggaran untuk Covid-19, dan mana anggaran rutin lembaga negara lainnya.
"Kemungkinan dengan cara memakai anggaran Covid-19 seperti gado-gado merupakan sebuah taktik untuk "mengibuli" alias menghilangkan jejak dari pantuan masyarakat dan aparat hukum. Agar juga aparat hukum kesulitan mencari korupsi anggaran Covid-19 diantara anggaran dan program-program pemerintah yang lain," ungkapnya.
Penjelasan tersebut, kata Uchok sudah bisa tergambarkan dari buruknya kapasitas SMI dalam membuat postur APBN sesuai Perpres No.54/2020. Dari APBN kacau balau hingga minim rencana atau sama sekali tidak bisa menghitung berapa alokasi anggaran untuk mengantisipasi dampak ekonomi akibat Covid-19.
Apalagi ditambah APBN Covid-19 ini kurang mendapat legitimasi. Karena mungkin, menteri keuangan SMI belum melakukan konsultasi atau mendapatkan persetujuan DPR atas beberapa kali kenaikan anggaran Covid-19 tersebut. SMI selama ini hanya mengumumkan kenaikan anggaran Covid-19 di publik melalui media masa saja.
"Seharusnya adanya kenaikan anggaran dalam APBN Covid-19 akan lebih baik disetujui dulu oleh DPR. Lembaga DPR tidak boleh dicuekin oleh SMI karena akan hanya menghasilkan citra jelek pada diri sendiri. Seolah-olah SMI sedang memperlihatkan "Show of Force" atau menujukan kekuatan ke publik, bahwa hanya SMI yang punya kekuasaan atas negara ini," ujar Uchok.
Kemudian, menurutnya mungkin karena SMI merupakan sosok menteri keuangan terbaik dunia, jadi tidak perlulah melakukan koordinasi dengan mitra DPR. Sebagai Sosok menteri keuangan dunia terbaik, dianggap gelar tersebut bisa menyihir dampak pelemahan ekonomi, bisa selesai dengan cepat tanpa meminta persetujuan anggota dewan mengenai kenaikan anggaran Covid-19.
"Padahal setiap kenaikan anggaran Covid-19 akan berefek kepada defisit yang semakin melebar. Tentu bila sudah bicara defisit, yang harus dicari adalah sumber anggaran pendapatan berasal dari mana untuk menutupi defisit tersebut. Dan defisit dan sumber pendapatan anggaran harus dibicarakan antara DPR dengan pemerintah atau kementerian keuangan," pungkas Uchok. (ndc)