BANYUWANGI (DutaJatim.com) - Puluhan sopir truk pengangkut logistik memprotes petugas Dinas Perhubungan Provinsi Bali di check point Terminal Sritanjung Banyuwangi. Pasalnya saat ini Pemprov Bali meniadakan layanan rapid test gratis bagi sopir kendaraan logistik di Pelabuhan Gilimanuk.
Mereka mogok dan menolak menjalani rapid test secara mandiri alias berbayar sebagai salah satu syarat menyeberang ke Pulau Dewata melalui Pelabuhan ASDP Ketapang Banyuwangi. Sebab biayanya sekitar Rp 300 ribu harus ditanggung sopir mengingat perusahaan tak mau menanggungnya.
Menjawab protes itu, Dinas Perhubungan Bali memberikan solusi bahwa sopir kendaraan logistik dari Jawa menuju Bali boleh menyeberang ke Bali tanpa memiliki hasil rapid test. Namun kebijakan itu hanya diberikan sehari saja.
"Kami seberangkan mereka tanpa rapid test. Tapi kita catat semuanya. Siapa-siapa mereka dan dari perusahaan mana saja. Nanti perusahaan akan kami hubungi," kata Samsi Gunarta, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali, Kamis (17/6/2020).
Samsi menegaskan pihaknya akan melakukan sosialisasi dengan memberi tahu perusahaan soal aturan tidak ada rapid test gratis di Bali.
"Kita bersurat kepada perusahaan agar mereka juga menyertakan surat hasil rapid test non reaktif untuk para sopir jika menyeberang ke Bali. Karena kita saling menjaga di tengah pandemi ini," katanya.
Para sopir protes sebab aturan dilakukan mendadak. Karena itu mereka pun mogok.
"Ini tidak ada sosialisasi, tiba-tiba harus rapid test sendiri. Padahal saya seminggu dua kali kirim barang ke Bali," kata Hariyanto, 44 tahun, sopir truk asal Banyuwangi.
Hariyanto mengaku keberatan kalau harus melakukan rapid test mandiri. Mengingat biaya yang dikeluarkan untuk sekali rapid test mencapai Rp 300 ribu. Itupun hanya berlaku selama 7 hari.
"Otomatis kita harus merogoh kantong sendiri. Karena perusahaan tidak mau tahu dengan tambahan biaya yang dikeluarkan. Jangankan rapid test yang harganya Rp300 ribu, biaya kenaikan tiket yang Rp100 ribu saja perusahaan tidak mau tahu," tegasnya.
Hal yang sama disampaikan Beni, sopir truk logistik Kota Malang ke Pulau Lombok. Dia mengeluhkan adanya biaya tambahan untuk rapid test. "Ini tentu memberatkan kita sebagai sopir. Apalagi, sekarang angkutan barang sangat sepi. Kadang 2 minggu sekali saya baru dapat muatan," ujarnya.
Secara otomatis, setiap kali mengangkut barang dirinya harus menjalani rapid test, sehingga pendapatannya pun berkurang. "Ini kita tanggung sendiri biayanya. Karena perusahaan tidak mau tahu. Sudah job sepi, ini kita masih keluarkan biaya tambahan," imbuhnya.
Beni berharap pemerintah agar lebih bijak lagi, mengingat logistik yang diangkutnya tersebut juga untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Bali dan Kepulauan di sekitarnya. "Kita rela walau harus antri panjang, asalkan ada layanan rapid test gratis dari pemerintah," harapnya.
Sementara Kepala Dishub Provinsi Bali, Samsi Gunarta menyampaikan, peniadaan rapid test gratis bagi sopir kendaraan logistik yang akan masuk ke Bali ini merupakan keputusan Gugus Tugas Covid-19 Provinsi Bali.
"Kita memang sudah mengakhiri kegaitan itu (rapid test gratis untuk sopir logistik). Karena memang sudah ada surat dari Ketua Harian Gugus Tugas," jelasnya. (wan)