SURABAYA (Duta Jatim.com) - Ini yang membuat kasus Corona lamban ditanggulangi di Kota Surabaya. Benar kata M. Jusuf Kalla. Ketua PMI Pusat itu menyebut kunci menanggulangi wabah Covid -19 di Surabaya adalah komunikasi dan koordinasi sistematis antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Walikota Surabaya Tri Rismaharini.
Tanpa penanganan sistematis dan koordinasi yang baik antara kedua pemimpin perempuan itu, bisa jadi Jatim---khususnya Surabaya---angka kasus Coronanya bisa menyalip DKI Jakarta. Bila tengara mantan wakil presiden ini benar, wah sungguh mengerikan.
Setelah silang sengkarut kasus pasien dari Surabaya dikirim tanpa koordinasi ke IGD RSUD dr Soetomo hingga kasus Risma marah-marah gegara mobil tes Corona yang katanya untuk Surabaya tapi dialihkan ke daerah lain, kini kasus miskoordinasi sepertinya terjadi lagi. Dua pihak lagi-lagi saling salah menyalahkan.
Lihat saja Pemerintah Kota Surabaya kembali melemparkan isu soal ketidakberesan kinerja Gugus Tugas (Gugas) Percepatan Penanganan Covid-19 Jawa Timur di balik masih tingginya angka kasus Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 di Kota Pahlawan. Gugas Surabaya menyebut bisa jadi 50 persen data kasus corona Surabaya yang dirilis Gugas Jatim sebetulnya dari luar kota. Bukan dari Surabaya sendiri.
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Febria Rachmanita, mengatakan, tracing atau pelacakan confirm Covid-19 dilakukan oleh petugas puskesmas di masing-masing wilayahnya. Hal itu untuk memastikan apakah benar data yang ia terima dari Gugus Tugas Provinsi Jatim tersebut valid dan faktual.
"Jadi pernah saya dapat angka 280 confirm dari provinsi, itu setelah kita teliti ternyata hanya 100. Setelah kita cek lihat (lapangan) ternyata (sisanya) itu bukan orang Surabaya. Sudah ditelusuri oleh puskesmas orangnya tidak ada di tempat (alamat) itu," kata Feny, sapaan akrab Febria Rachmanita, dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan pada Rabu malam, 17 Juni 2020.
Selain itu, dia juga menyatakan bahwa beberapa hari terakhir data confirm Covid-19 warga Surabaya yang diterimanya dari Gugus Tugas Provinsi Jatim setelah tracing ternyata tidak sesuai fakta di lapangan. Misalnya, pada tanggal 14 Juni 2020, data yang diterima sebanyak 180 kasus confirm warga Surabaya, namun setelah dicek di lapangan hanya 80 orang.
Kemudian, pada tanggal 15 Juni 2020, data confirm yang diterima 280 orang, dan setelah dicek hanya 100. Lalu pada tanggal 16 Juni 2020, pihaknya menerima data 149 kasus terkonfirmasi warga Surabaya dan setelah dicek ternyata hanya ada 64 orang.
"Kita lakukan pengecekan. Begitu kita dapat data dari provinsi, puskesmas akan mencari apakah benar orangnya ada di situ, apakah benar orang itu tinggal di situ, apakah benar alamat itu ada,” katanya.
Menurut dia, adanya perbedaan data antara Gugus Tugas Provinsi Jatim dan kota karena ada nama maupun alamat yang ganda. Bahkan, ada pula data yang setelah di-tracing ternyata orang itu sudah tidak tinggal di Surabaya, meski masih menggunakan KTP Surabaya.
"Ada juga dia pakai alamat KTP saudaranya di Surabaya, padahal orangnya tinggalnya di luar kota. Dia ke sini (Surabaya) berobat pakai alamat kakaknya dan itu sering terjadi," ungkap dia.
Meski data confirm Covid-19 Gugus Tugas Provinsi Jatim dan Surabaya tidak sinkron, namun Feny menyatakan bahwa pihaknya akan terus bekerja keras untuk menangani dan memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
"Kita kerja sesuai dengan tupoksi dan kita terus menangani Covid-19 dengan kerja keras. Tidak hanya rumah sakit, warga masyarakatnya pun membentuk Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo," kata Feny.
Untuk itu, ke depan pihaknya akan terus memasifkan tracing serta tes massal, baik rapid test maupun swab. Langkah ini dilakukan untuk memastikan apakah ada penambahan kasus terkonfirmasi atau tidak.
"Belum tentu yang sedikit (confirm) itu di luar tidak ada kasus. Tapi kalau memang tidak melakukan pemeriksaan bagaimana bisa tahu," tuturnya.
Pemprov Jatim Membantah
Lalu apa tanggapan Pemprov Jatim soal data yang berbeda itu? Sekretaris Daerah Provinsi Jatim Heru Tjahjono mengatakan bahwa Gugas Covid Jatim tidak mungkin mengumumkan data corona yang tidak didasarkan pada kondisi senyatanya di lapangan.
"Data itu diolah oleh pakar. Jadi tidak mungkin (seperti tudingan Pemkot Surabaya)," katanya.
Selain dari hasil laporan dari Dinas Kesehatan daerah setempat, tim Gugas Covid Jatim juga melakukan penelusuran sendiri ke lapangan untuk memastikan.
"Pandemi ini tanggung jawab kita semua, tidak mungkin mengeluarkan data yang tidak sesuai dengan lapangan. Itu berdosa," kata Heru.
Bayangkan saja, soal data saja "engkel-engkelan". Saling salahmenyalahkan. Ini yang dirugikan jelas masyarakat Surabaya.
"Kalau sama-sama pejabat saja tidak saling percaya, terus kami percaya sama siapa bro. Mbok duduk bersama, apa susahnya cocok-cocokan data. Saya harap dua ibu pemimpin ini rukun-lah, jangan saling bersaing, saling tuding, biar rakyat adem ayem tentrem. Jangan lagi marah-marah ya," kata Suprapto saat ditemui di Pasar Keputran Surabaya Kamis siang. (vvn/nas)