Helmi Perdana Putra |
SURABAYA (DutaJatim.com) - Perseteruan DPRD vs Bupati Jember benar-benar sudah klimaks. Sudah mentok. Tak mungkin dilakukan mediasi lagi.
Konflik ini sejatinya soal pembagian anggaran yang bergulir sejak awal hingga akhirnya memuncak DPRD secara politis memakzulkan Bupati pada Rabu 22 Juli 2020. Dalam kasus ini, korbannya hanya satu: rakyat Jember!
Seperti diberitakan DutaJatim.com, kini masalahnya bergulir di tangan Mahkamah Agung (MA). Apakah akan ditolak atau diterima permohonan DPRD memakzulkan Bupati Faida. Jika ditolak akan dikembalikan lagi ke DPRD.
Jika diterima, apa yang menjadi keputusan MA akan ditindaklanjuti oleh Mendagri. Setelah itu bentuknya seperti apa, akan disampaikan ke Gubernur untuk diteruskan ke daerah.
Saat ini untuk dilakukan mediasi sudah sulit dan mentok. Sulit jika diminta untuk diharmoniskan. Permintaan Mendagri agar keduanya dimediasi kembali oleh Gubernur Jatim sulit dan tidak mungkin dilakukan.
Bahkan, kedua - duanya baik secara politis dan anggaran di sisi lain ada pelanggaran. Sehingga untuk dimediasi agar harmonis sudah tidak mungkin lagi.
Demikian disampaikan Helmi Perdana Putra, Kepala Inspektorat Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Jumat 24 Juli 2020 petang soal tindak lanjut kasus Jember seperti dikutip dari nusadaily.com.
Kata Helmi, pihaknya sudah berkali - kali melakukan mediasi, dipanggil ke pusat, berbulan bulan memfasilitasi namun tidak kunjung selesai dan tidak ada tindaklanjut.
"Ini bola sekarang sudah di MA. Jika Mendagri meminta agar Gubernur memediasi kembali, kita berpikir apa yang akan dimediasi lagi. Sudah cukup itu, kita menunggu saja hasil dari MA," ujarnya.
Seluruh laporan sudah disampaikan ke Mendagri. Baik soal pelanggaran Undang undang, termasuk ada kesalahan besar yang mana seorang Bupati wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan Mendagri sejak Desember 2019 tidak ditindaklanjuti itu sudah melanggar.
Dalam mediasi terakhir kata Helmi, kata Bupati sudah ditindak lanjuti namun setelah dicek secara fisik berbeda.
Saat ditanya, bahwa Bupati dan DPRD itu adalah mitra dalam pemerintah daerah apakah keduanya harus kena sanksi ? Helmi mengatakan tidak.
Sanksi itu dilihat dulu siapa yang salah. Nah, terkait pemakzulan itu akan diuji di MA. Karena persoalan politis adalah pemakzulan dan terkait administrasi itu terkait pelanggaran oleh Bupati.
"Masalah sudah jelas. Kalau administrasi Bupati melanggar. Secara politis DPRD memakzulkan," ujarnya.
Saat ditanya apa masalah esensi dari seteru Bupati vs DPRD sejak menjabat ? Helmi mengatakan keduanya memiliki kepentingan masing-masing soal anggaran.
Yang menonjol dalam setiap mediasi itu adalah soal pembagian anggaran legislatif dan eksekutif.
"Salah satunya memang soal kecilnya anggaran dan tunjangan legislatif yang sangat kecil dibandingkan dengan anggaran daerah lain se Indonesia," ujarnya.
Mediasi DPRD dan Faida, dalam hal ini sudah sulit dilakukan lagi. Persoalan krusial di Jember berujung pemakzulan DPRD terhadap Bupati Jember Faida itu terjadi sejak menjabat.
Soal pembahasan APBD sudah 4 kali terlambat. Rekomendasi Mendagri tidak ditindaklanjuti Bupati, meski dalam mediasi diakui sudah dilakukan. Tapi di lapangan tidak sama.
Kata Helmi lagi, semua hal telah dilaporkan ke Mendagri. Ditambah persoalan pemakzulan sehingga bola menjadi di tangan MA.
Pemerintah Provinsi saat ini hanya menunggu apa yang menjadi keputusan Mendagri. Sementara Mendagri juga menunggu keputusan dari hasil uji dari MA.
"Lah kalau diminta mediasi lagi, apanya yang mau diselesaikan. Sudah tidak bisa lagi. Apanya? Wong sudah jelas. Beberapa kali mediasi, fasilitasi tapi tetap," pungkasnya.(ima)