KOTA BATU (DutaJatim.com) - Sistem pertanian ramah lingkungan ala Jepang dikembangkan oleh Furosato Indonesia di wilayah Kecamatan Bumiaji Kota Batu Jawa Timur. Metode pertanian ini awalnya dikembangkan di Tahara, Jepang. Sistem Pertanian Organik Jepang itu Sukses Dikembangkan di Kota Batu
Gagasan jangka panjang program ini adalah Kota Batu menjadi sister city bersama Kota Tahara di bidang pertanian dan pariwisata. Selanjutnya
Kota Batu bisa belajar langsung metode pertanian seperti yang ada di Kota Tahara. Kota Tahara, merupakan daerah pertanian penghasil melon terbaik kedua di Jepang.
Untuk itu Furosato Indonesia menjajal model pertanian Tahara di Kota Batu. Hal itu membuat Walikota Batu Dewanti Rumpoko tertarik untuk berkunjung ke lahan penelitian yang terletak di Bumiaji, Kota Batu Jum'at (6/11/2020). Dewanti merasa takjub dengan hasil panen buah-buahan setelah sempat mencicipinya.
Saat mendatangi lokasi ini, Dewanti diterangkan metode pertanian mulai dari proses hulu hingga hilir. Menurutnya, meski masih tahap percobaan, namun sudah mengarah pada keberhasilan.
"Bisa diaplikasikan di Kota Batu supaya ada peningkatan harga karena kualitasnya berpedoman pada standarisasi Jepang. Ada stroberi, melon, tomat yang dibudidayakan di sini," ujar Dewanti.
Lebih lanjut, Dewanti menerangkan jika sektor pertanian di masa pendemi adalah sektor yang masih bagus dan positif. Hasil pertanian sangat dibutuhkan oleh setiap orang untuk memenuhi kebutuhan dasarnya.
Dewanti menambahkan, pertanian organik di Kota Batu terus bertambah. Terhitung sejak tahun 2011 yang awalnya nol hingga saat ini ada pertumbuhan hingga 22 titik.
Untuk menentukan sebuah pertanian bisa disebut organik, diungkapnya tidak sembarang. Tapi harus ada penilaian dan juga sertifikasi LeSOS selaku Otoritas Kompeten Pangan Organik (OKPO) dari Direktorat Jendral Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di bawah naungan Menteri Pertanian Republik Indonesia.
"Untuk itu Dispertan harus berusaha dan dibantu Furosato untuk mensosialisasikan pertanian organik yang mempunyai dampak bagus secara ekologi," imbuh dia.
Penanggungjawab Kebun Penelitian Furosato Indonesia, Irwan Ardianto, menambahkan pihaknya menanam buah-buahan yang tumbuh di Tahara, Jepang. Seperti melon jenis sakata glamaour, tomat cherry, dan stroberi. Kemudian dilakukan penelitian terhadap pertumbuhan tanaman apakah mampu beradaptasi ketika ditanam di Kota Batu.
"Kami meneliti tanaman yang ada di Jepang untuk diaplikasikan di Kota Batu. Bisa tidak tanaman ini tumbuh baik di Kota Batu," ujar Irwan.
Menurutnya, corak geografis yang dimiliki Tahara dan Kota Batu memiliki kesamaan yang berada di dataran tinggi. Meski terbilang mustahil untuk menanam melon di ketinggian 900-1200 mdpl, namun di tahun ketiga ini sudah menghasilkan buah yang mendekati sempurna.
"Kalau melon di dataran rendah biasa, tapi ini di dataran tinggi. Uji coba mendekati sempurna di tahun ketiga. Rasanya muncul serta dagingnya tebal," ucap Irwan.
Sampel buah-buahan yang dihasilkan dari lahan percobaan ini,.nantinya akan dikirimkan ke Jakarta untuk diukur tingkat kandungan organiknya. Karena syarat utama ialah menggunakan sistem pertanian organik mulai dari hulu hingga hilir.
"Baru nanti akan dilakukan uji organik untuk menentukan kandungan. Jika cocok akan diperbanyak untuk dipasarkan kepada orang Jepang yang tinggal di Indonesia," imbuh Irwan.
Percobaan itu bukan tanpa rintangan, pertama kali melakukan uji coba pertanian kegagalan turut dirasakan olehnya. Seluruh tanamanya mati semua.
Lahan pertanian yang dimanfaatkan hanya seperempat saja dari total luas lahan 7800 meter persegi. Seperempat lahan itu kemudian dibagi dua lahan lagi. Satu lahan dibangun green house untuk dijadikan tempat penelitian dan sebelahnya lagi tanpa green house.
"Dibagi dua lahan untuk membedakan hasilnya. Jadi tidak semua luas lahan digunakan," terang dia.
Di sisi lain, Kepala Dinas Pertanian Kota Batu, Sugeng Pramono menambahkan tahun 2020 ada 22 titik lahan pertanian organik di Kota Batu. Lahan itu berada di Sumber Brantas, Tulungrejo, Gunungsari, Sumberejo, Pesanggrahan, Temas, Tlekung, Junrejo, Dadaprejo, Sumbergondo, Bulukerto, Giripurno, Pandanrejo, Sisir, Torongrejo, Beji, Mojorejo, Pendem, Oro-oro Ombo dan Sidomulyo.
Pada 2020 ini, ada tiga Gapoktan penerima manfaat yang telah bersertifikasi organik di antaranya Gapoktan Rukun Makmur Kecamatan Junrejo, Gapoktan Sri Anom Mulyo Kecamatan Batu, serta lahan pertanian jambu dan kopi di Kecamatan Bumiaji.
Untuk sertifikasi pertanian dan pendampingan pertanian organik ini Dinas Pertanian menganggarkan sekitar Rp 350 juta. Untuk komoditas pertanian organik ada sekitar 84 macam. Mulai dari padi, sawi putih, wortel, kopi, kale, bayam hijau, bawang merah, jeruk keprok, jambu merah dan jambu kristal serta beberapa lainnya.
"Komoditas tersebut tersebar di lahan seluas 163,35 hektar. Setiap tahun naik luasannya. Tahun 2017 luasnya 134,4 hektar, 2018 luasnya 156,35 hektar, dan tahun 2019 luasnya meningkat jadi 163,35 hektar," ucap Sugeng. (ndc)
No comments:
Post a Comment