Tempat wisata dibanjiri masyarakat di tengah pandemi Covid-19 (beritasatu.com) |
JAKARTA (DutaJatim.com) - Presiden Jokowi kecewa penanganan Covid-19 akhir-akhir ini memburuk. Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) pun mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 ditiadakan mengingat kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi.
Epidemiolog Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mendukung usulan IDI itu. Dicky mengatakan, masih tingginya kasus harian Covid-19 di Indonesia seharusnya disertai menekan mobilisasi pergerakan massa.
"Artinya segala macam mobilisasi massa, interaksi yang tinggi seperti saat cuti bersama, itu kan berpotensi besar terjadinya sesuatu yang buruk,” kata Dicky di Jakarta, Selasa(1/12/2020) pagi.
Oleh sebab itu, menurut Dicky, idealnya akhir tahun ini tidak ada libur panjang sehingga semua masyarakat tetap berada di rumah dan tak bepergian. “Ideanya tidak ada libur panjang. Semua tetap di rumah semua tidak keluar daerah dan tetap di lokasinya,” katanya.
Lalu apa mungkin pemerintah melarang perayaan Natal dan tahun baru? Sebelumnya sudah pro-kontra saat perayaan Lebaran Idul Fitri. Yang jelas, ada pembatasan ketat saat Lebaran sehingga sangat mungkin pula hal sama dilakukan pada saat Natal dan tahun baru. Namun bila cuti bersama tetap dilakukan dengan pertimbangan ekonomi, misalnya, lanjut Dicky, pemerintah harus mengeluarkan pedoman penanganan Covid-19. Seperti halnya melakukan testing massal bagi mereka yang bepergian di moment cuti bersama tersebut.
“Bila tetap diadakan harus ada testing dan CDC (Centers for Disease Control and Prevention) sudah mengeluarkan pedoman bila libur panjang testing dilakukan untuk orang yang pulang dan artinya win-win solution,” tandasnya.
Bila tidak, kata dia, kasus ini menyimpan bom waktu untuk wilayah Pulau Jawa. Dicky mengatakan, studi epidemologi tidak memiliki keraguan apa pun bahwa setiap adanya kerumunan dan mobilasasi massa maka berdampak pada kenaikan kasus Covid-19 dalam satu wilayah.
"Yang menjadi masalah adalah perlu waktu untuk melihat itu dan kedua bagaimana cakupan 3T (testing, tracing, dan treatment) untuk melihat dampaknya," kata Dicky seperti dikutip dari Okezone.com, Selasa (1/12/2020).
Dicky meminta, pemerintah harus bisa mencegah setiap potensi kerumunan mulai demonstrasi, Pilkada, libur panjang, hingga acara lainnya lantaran kasus Covid-19 belum dapat dikendalikan. "Dengan positivity rate yang di atas 10 persen sejak 9 bulan lalu, dan cenderung meningkat menunjukkan bahwa kita sedang dalam kondisi tidak aman untuk melakukan itu, yang akan memperburuk situasi pengendalian kita dan memperburuk gelombang pandemi kita dan merugikan kita secara ekonomi kita," ujarnya.
Dia pun mengingatkan, saat ini wilayah pandemi Covid-19 yang terburuk bukan berlangsung di DKI Jakarta. Pasalnya, Ibu Kota memiliki cakupan testing yang jauh lebih baik dari wilayah lainnya di Tanah Air.
"Jakarta itu cakupan testingnya jauh lebih baik dan bisa lebih terlihat. Tapi daerah lain seperti di Jateng, Jabar, dan Jatim jauh lebih serius dan saya ingatkan mereka menyimpan bom waktu wabah yang sebentar lagi akan merugikan bukan hanya provinsinya tapi secara nasional," tegas Dicky.
Dicky mendorong agar pemerintah melakukan perbaikan cakupan testing di Jawa lantaran provinsi Jabar, Jateng, hingga Jatim merupakan provinsi besar yang cakupan testingnya masih kecil di bawah standar WHO.
"Harus diingat Jawa ini terkoneksi dan itu selalu yang saya bilang harus ada peran pemerintah pusat untuk menyamakan strategi pengebdalikan pandemi ini setiap pulau supaya merata. Intervensinya tidak bisa dibiarkan berlarut-larut dengan cakupan testing rendah. Jadi kalau bicara cakupan Indonesia harusnya itu cakupan testing Jabar, Jatim, dan Jateng itu di 30 ribuan sehari. Jadi total Indonesia minimal 100 ribu sehari," tambah dia.
Dicky berharap, cakupan testing Covid-19 dilakukan dengan kombinasi jumlah penduduk dan eskalasi penyebaran virus corona di wilayah tersebut. "Dan kita masih punya PR panjang. Artinya semua jenis kerumunan itu memperburuk antara lain harus dicegah dan diminimalisir," tandasnya. (okz/wis)
No comments:
Post a Comment