SOLO (DutaJatim.com) - Putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, ikut disebut-sebut dalam kasus korupsi dana bansos Kementerian Sosial. Calon Wali Kota Solo itu membantah merekomendasikan pembuatan tas bansos ke PT Sritex.
"Itu nggak bener. Saya tidak pernah merekomendasikan, memerintah atau ikut campur dalam urusan bansos ini. Apalagi merekomendasikan goodie bag, nggak pernah seperti itu," kata Gibran usai blusukan di kawasan Banjarsari, Senin (21/12/2020).
Ketika dimintai konfirmasi mengenai hal itu pihak Sritex juga membantahnya. "Tidak benar," kata Head of Corporate Communication Sritex Joy Citradewi kepada detikcom melalui pesan singkat, Senin (21/12/2020).
Joy menegaskan bahwa perusahaan yang bermarkas di Solo itu justru yang ditawari oleh pihak Kemensos untuk memproduksi tas bansos.
"Marketing kami di-approach oleh pihak Kemensos," tegasnya.
Seperti diberitakan DutaJatim.com sebelumnya, tagar #TangkapAnakPakLurah trending topic di jagat twitter Senin 21 Desember 2020. Sehari sebelumnya, politisi Partai Demokrat memposting salah satu halaman pada Laporan Utama Majalah Tempo yang mengungkap dugaan seseorang yang disebut Anak Pak Lurah dalam kasus dugaan korupsi bantuan sosial di Kementerian Sosial yang melibatkan Menteri Sosial Juliari Batubara. Selain #TangkapAnakPakLurah, tagar #TempoMediaAsu juga banyak dibicarakan netizen.
"Benarkah Gibran anak Pak Lurah?" kata Andi Arief lewat akunnya @Andiarief__seperti dikutip Senin siang. "KPK perlu klarifikasi soal ini," katanya sambil memposting berita Majalah Tempo.
"Selain anak Pak Lurah minta jatah pengadaan goodie bag, Juliari Batubara menyewa jet pribadi menyambangi kantong-kantong PDIP termasuk bertemu dengan staff Puan menyerahkan tas berisi miliaran," katanya sambil menambahkan kalimat "Upeti Bansos untuk Tim Banteng."
"Kalau benar Gibran ada dalam skema bancakan pengadaan bansos, Pak Jokoei semestinya tahu apa yang sekarang harus dia lakukan," ujarnya lagi.
Saat ini aliran dana suap bansos yang menyeret Menteri Sosial (Mensos) nonaktif Juliari P. Batubara semakin heboh sebab dikabarkan mengalir untuk kepentingan PDI Perjuangan di Pilkada 2020. Namun PDIP membantah informasi tersebut.
Ketua Bidang Pemenangan Pemilu PDIP Bambang Wuryanto tampak marah dengan isu tersebut. Pria yang akrab disapa Bambang Pacul ini meminta pembuktian atas tuduhan tersebut.
"Itu saya minta dibuktikan, saya marah sebagai ketua pemenangan pemilu. Itu statement sebagaimana saya punya kewenangan," kata Pacul kepada wartawan, Senin (21/12/2020) dikutip dari detik.com.
Selaku komandan dalam pemenangan PDIP di Pilkada 2020, Pacul merasa tersinggung dengan tuduhan tersebut. Menurut Pacul, tuduhan itu tak berdasar.
"Bambang Pacul selaku ketua pemenangan pemilu tersinggung atas hal tersebut. Buktikan. Jangan hanya...sejumlah itu siapa saja? tu namanya trial by the press. Saya sebagai ketua pemenangan pemilu menjamin tak ada dana sepeser pun untuk pemenangan pilkada ini. Saya komandan tempurnya. Jadi jangan ngawur itu," imbuhnya.
Dugaan suap yang diterima Juliari Batubara semasa aktif sebagai Menteri Sosial (Mensos) dikembangkan oleh penyidik KPK. Transaksi keuangan terkait perkara itu ditelusuri, pun berkaitan dengan banyaknya informasi yang beredar di publik, semua digali oleh KPK.
Pada Kamis, 17 Desember 2020, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri memastikan KPK bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Namun Ali tidak gamblang menyebutkan aliran transaksi keuangan apa yang tengah dicari penyidik.
"Iya, kami memastikan penanganan perkara oleh KPK ini akan kerja sama dengan pihak perbankan maupun PPATK dalam hal penelusuran aliran maupun transaksi keuangan," kata Ali saat itu.
Sebelumnya Boyamin Saiman dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) proaktif ke KPK dengan membawa isi dari bantuan sosial (bansos) penanganan COVID-19. Juliari memang diduga KPK menerima suap berkaitan dengan penyaluran bansos COVID-19.
Boyamin mendatangi KPK sehari sebelum Ali Fikri memberi keterangan Rabu 16 Desember 2020. Boyamin mengaku mendapatkan isi dari bansos COVID-19 itu yang nilainya ditaksir sekitar Rp 188 ribu berisi beras 10 kg, minyak goreng 2 liter, 2 kaleng sarden 188 gram, biskuit kelapa 600 gram, dan susu bubuk 400 gram. "Atas barang tersebut akan diserahkan ke bagian Pengaduan Masyarakat KPK," ujar Boyamin.
KPK sendiri menduga Juliari menerima jatah Rp 10 ribu dari setiap paket sembako senilai Rp 300 ribu per paket. Total setidaknya KPK menduga Juliari Batubara sudah menerima Rp 8,2 miliar dan Rp 8,8 miliar. Namun Boyamin menduga nilai bansos yang diterima masyarakat jauh dari itu karena untuk distribusi dan pengadaan goody bag untuk mengemas bansos itu.
"Jadi anggaran kan Rp 300 ribu, terus dipotong Rp 15 ribu untuk transpor, Rp 15 ribu untuk tas goody bag. Jadi seakan-akan pemborong mendapatkan Rp 270 ribu. Kalau berdasarkan barang yang ada di lapangan yang diterima masyarakat senilai Rp 188 ribu. Jadi artinya dugaan yang dikorupsi adalah 82 ribu," ujar Boyamin.
Dalam perkara ini, Juliari Batubara tidak sendiri menyandang status tersangka. Ada sejumlah orang lain atas nama Matheus Joko Santoso, Adi Wahyono, Ardian IM, dan Harry Sidabuke. Dua nama awal merupakan pejabat pembuat komitmen atau PPK di Kemensos. Sedangkan dua nama selanjutnya adalah pihak swasta sebagai vendor dari pengadaan bansos. (det/wis)
No comments:
Post a Comment