Enam anggota FPI tewas ditembak aparat kepolisian. (Wartakota) |
JAKARTA (DutaJatim.com) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Amnesty International Indonesia (AII) menyoroti insiden penembakan enam anggota Front Pembela Islam (FPI) hingga tewas oleh aparat kepolisian. Kasus itu juga banyak diberitakan oleh media internasional seperti The Guardian, South China Morning Post, dan Al Jazirah.
Komnas HAM segera membentuk tim khusus untuk melakukan pemantauan langsung terkait peristiwa penembakan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) oleh petugas Polda Metro Jaya itu. Tim tersebut dibentuk melalui divisi Pemantauan Dan Penyelidikan Komnas HAM.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mengatakan, saat ini pihaknya tengah menggali informasi untuk memperdalam ragam informasi yang beredar di publik, termasuk terhadap FPI.
"Tim sedang mendalami informasi dan mengumpulkan fakta-fakta dari pihak langsung. Termasuk menggali keterangan dari FPI secara langsung yang saat ini sedang berlangsung," katanya melalui keterangan tertulisnya, Senin (7/12/2020).
Dia mengatakan, guna memperkuat pengungkapan peristiwa itu Komnas HAM berharap semua pihak mau bekerja sama dan terbuka. Harapan tersebut juga disampaikan kepada pihak kepolisian.
"Proses awal ini tim telah mendapatkan beberapa ketarangan secara langsung dan sedang memperdalam," katanya.
Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran sebelumnya mengatakan, Tim Polda Metro Jaya terpaksa melakukan tindakan tegas dengan menembak mati enam simpatisan Habib Rizieq Shihab atau HRS karena tim dari kepolisian mendapat serangan terlebih dahulu.
Untuk itu Amnesty International Indonesia (AII) juga meminta polisi terbuka.
Direktur Eksekutif AII, Usman Hamid menegaskan, bahwa polisi harus transparan terkait insiden tersebut. Harus dijelaskan secara gamblang kenapa penembakan harus dilakukan terhadap anggota FPI tersebut.
Untuk itu, dia meminta agar insiden itu diinvestigasi secara independen. Jika ternyata anggota polisi melanggar standar internasional terkait penggunaan kekerasan dan senjata api, maka polisi pelakunya harus dibawa ke pengadilan.
“Harus dijelaskan apakah petugas yang terlibat mengeluarkan peringatan sebelum melepaskan tembakan. Polisi seharusnya hanya menggunakan kekuatan, terutama senjata api, sebagai upaya terakhir dalam situasi ekstrem untuk melindungi diri mereka sendiri atau orang lain dari ancaman kematian atau cedera serius,” katanya dalam keterangannya yang diterima wartawan.
Dia menegaskan, penggunaan kekuatan atau senjata api di luar ketentuan tak bisa dibenarkan. (okz/wis)
No comments:
Post a Comment