PAMEKASAN (DutaJatim.com) - Bencana tanah longsor kembali terjadi di wilayah Jawa Timur. Setelah tanah longsor di Dusun Selopuro, Desa/Kecamatan Ngetos, Kabupaten Nganjuk, yang merenggut 19 nyawa warga, kini musibah serupa menimpa santri Pondok Pesantren An-Nidhomiyah asuhan KH Muhedi di Dusun Jepun, Desa Bindang, Kecamatan Pasean--sekitar 45 kilometer ke arah utara Kota Pamekasan, Rabu (24/2/2021) dini hari sekitar pukul 02.00 WIB. Sebanyak lima santri meninggal dunia akibat musibah tebing longsor tersebut.
Tampak Bupati Pamekasan, Baddrut Tamam bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) dan Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan (Forkopimca) Pasean beserta stakeholder meninjau lokasi Bencana longsor tersebut. Selain melihat langsung kondisi tanah yang longsor, Bupati juga menemui korban serta pengurus pesantren.
"Total jumlah korban tujuh orang. Lima orang meninggal dunia, satu orang patah tulang dan satu orang santri lain selamat, kata Koordinator Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Pamekasan, Budi Cahyono, Rabu (24/2/2021).
Lima orang santri korban tebing longsor yang meninggal dunia itu, semuanya berasal dari luar Kabupaten Pamekasan. Mereka berasal dari Kabupaten Jember sebanyak tiga orang, Sampang satu orang, dan dari Kabupaten Sumenep satu orang. Masing-masing bernama Santi (14) dan Nur Azizah (13) warga Desa Dukohmencek, Kecamatan Sukorambi; serta Siti Komariyah (17) asal Desa Palampang, Kecamatan Sumber Jambi, Jember.
Korban meninggal dunia dari Kabupaten Sampang bernama Robiatul Adawiyah (14), asal Desa Poreh, Kecamatan Karangpenang. Sedangkan dari Kabupaten Sumenep bernama Nabila (12) asal Desa Sempong Barat, Kecamatan Pasongsongan. Dua di antara kelima jenazah korban tebing longsor itu sudah berada di rumah duka. Sedangkan tiga orang santri meninggal dari Jember diantarkan ke rumah duka pada Rabu (24/2/2021). Kami sudah berkoordinasi untuk pemulangan ketiga jenazah tersebut, kata Budi Cahyono.
Longsor itu berawal dari hujan lebat disertai angin kencang yang terjadi mulai Rabu dini hari sekitar pukul 00.30 WIB. Tiba-tiba tebing setinggi sekitar 7 meter di samping pondok pesantren longsor dan menimpa dua kamar pondok putri yang ditempati 47 orang santri.
Warga di sekitar pesantren langsung turun ke lokasi melakukan gotong-royong menyingkirkan material tanah yang menimpa dua kamar pondok santri putri tersebut.
Tiga orang berhasil dievakuasi sesaat setelah kejadian dan dua santri lainnya, baru bisa dievakuasi (Rabu) sekitar pukul 07.00 WIB, katanya. Evakuasi dua korban yang tertimbun tanah longsor sempat terkendala hujan deras yang masih mengguyur wilayah tersebut.
Ustadz Maimon, Pengasuh Ponpes An-Nidhomiyah mengaku sebelum longsor, 5 korban sempat dibangunkan santriwati lain. Namun belum sempat bangun, suara petir terdengar keras. Bersamaan dengan itu, longsor terjadi dari atas tebing dengan ketinggian sekitar 25 meter. Longsoran itu kemudian menimpa dan menimbun dua kamar santriwatinya. Dua santriwati korban longsor asal Jember itu masih bersaudara.
"Sebenarnya korban sudah dibangunkan teman-temannya yang lain. Kamarnya digedor-gedor. Karena memang waktu itu hujan turun dengan ekstrem," tutur Maimon. "Tapi belum sempat bangun, kemudian ada suara petir keras, kemudian bersamaan waktu itu (Longsor). Sangat cepat waktu itu," tambah Maimon.
Maimon menduga petir menyambar pohon kelapa di atas tebing. Akibat sambaran yang keras itu, memicu pohon tumbang disusul longsor tanah lain. "Dugaan saya itu longsor karena petir yang keras itu menyambar pohon kelapa sekitar 25 meter di atas. Hingga tanahnya ikut longsor menabrak asrama itu," kata Maimon.
Kecamatan Pasean termasuk salah satu kecamatan dengan status daerah rawan longsor di antara tujuh kecamatan lain di Pamekasan. Selain Pasean, kecamatan lain yang juga masuk dalam status rawan bencana tanah longsor yakni Kecamatan Waru, Pakong, Pegantenan, dan Kecamatan Kadur. Dua kecamatan lain, yakni Kecamatan Pamekasan dan Pademawu, masuk wilayah kecamatan dengan status rawan banjir. (mas/nas)
No comments:
Post a Comment