JAKARTA (DutaJatim.com) - Rencana Pemerintah mengimpor beras mendapat penolakan dari banyak kalangan. Bahkan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog)--lembaga yang mendapat tugas mengimpor beras-- justru menolak rencana impor satu juta ton beras.
Bulog, DPR, Ekonom Kompak Tolak Impor Beras, apa Pemerintah Ngotot Impor?
Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas), mengaku masih memiliki persediaan beras di gudang Bulog mencapai 883.585 ton per 14 Maret 2021. "Dengan rincian 859.877 ton merupakan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 23.708 ton stok beras komersial," kata Buwas dalam keterangan tertulisnya, Selasa 16 Maret 2021.
Sementara beras sisa impor tahun 2018 yang masih tersedia di gudang Bulog sebanyak 275.811 ton, dengan 106.642 ton di antaranya mengalami penurunan mutu. Adapun total impor beras tahun 2018 lalu tercatat mencapai sebesar 1.785.450 ton. "Kesalahan pada impor beras tahun 2018 karena rata-rata jenisnya merupakan jenis beras pera yang tidak sesuai dengan selera masyarakat Indonesia," katanya.
Akibatnya, lanjut Buwas, penyaluran beras tersebut cukup sulit, sehingga beras impor tersebut perlu dicampur dengan beras produksi dalam negeri agar bisa disalurkan ke masyarakat. Selain itu, Buwas menambahkan, bahwa pada Maret 2020 beras impor tahun 2018 masih tersisa sekitar 900 ribu ton. Beras tersebut digunakan untuk penyaluran bantuan sosial dari Kementerian Sosial dan bantuan langsung dari Presiden, bagi masyarakat guna menanggulangi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Namun, beras tersebut hanya tersalurkan sekitar 450 ribu ton dari alokasi sebanyak 900 ribu ton. Sisanya, hingga kini sebanyak 275.811 ton beras impor tahun 2018 masih tersimpan di gudang Bulog. "Dengan 106.642 ton di antaranya sudah mengalami penurunan mutu," katanya.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati, berpendapat senada. Dia mengatakan bahwa rencana impor beras harus didasarkan pada data. Sementara, BPS telah menyatakan stok pangan dalam negeri masih aman.
Artinya, yang terjadi bukan masalah komunikasi, melainkan abai dari data BPS. Sementara Presiden Jokowi berulang kali mengatakan, data yang digunakan adalah data BPS," katanya.
Anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Firman Subagyo juga bersikap sama. Dia menyatakan, sejak awal pihaknya sudah meminta kepada Bulog untuk terbuka terkait dengan cadangan beras nasional. Hal ini sebagai bentuk transparasi agar tidak ada kebijakan impor, ketika stok nasional masih mencukupi.
"Impor itu dilakukan ketika cadangan tidak mencukupi, kemudian juga tidak dilakukan pada posisi sedang panen raya. Itu yang menjadi pedoman dalam undang-undang," kata Firman di Jakarta.
DPR memandang, rencana impor disebabkan karena tidak ada koordinasi yang baik di tubuh pemerintah. Khususnya Kementerian Pertanian sebagai pihak yang bertanggung jawab atas produksi pangan nasional. "Nah kalau memang cukup, jadi kebijakan impor ini untuk apa dan siapa? Memberikan celah kepada importir, dan importir main mata ke kementerian terkait," katanya.
Oleh karena itu dia meminta kepada Bulog untuk membuka data terkait ketersediaan beras. Anggota Komisi IV dari Fraksi PKS, Andi Akmal Pasludin menegaskan, rencana impor beras sangat bertolak belakang dengan semangat Presiden Joko Widodo yang telah menyerukan untuk membenci produk asing. Saat ini tidak ada daerah yang sedang mengalami gagal panen. (vvn/wis)
No comments:
Post a Comment