Video pengajian Kiai Asep menolak vaksin AstraZeneca.
MOJOKERTO (DutaJatim.com) - Pengasuh Ponpes Amanatul Ummah Prof Dr KH Asep Saifuddin Chalim MA menolak vaksin AstraZeneca yang saat ini menjadi program vaksinasi di pondok pesantren di Jawa Timur . Kiai Asep melarang keras puluhan ribu santri, mahasiswa, serta pengajar di lembaga pendidikannya disuntik vaksin COVID-19 dari Inggris tersebut.
"Ponpes Amanatul Ummah sangat mendukung vaksinasi, asalkan jangan vaksin AstraZeneca. Kalau vaksin AstraZeneca haram mutlak bagi Amanatul Ummah. Jadi, tidak ada halal mubah itu tidak ada," kata Kiai Asep kepada wartawan di Kampus Institut KH Abdul Chalim, Desa Bendunganjati, Kecamatan Pacet, Mojokerto.
Dia pun melarang keras seluruh santri, mahasiswa dan pengajar di pesantren maupun lembaga pendidikan Amanatul Ummah disuntik vaksin AstraZeneca. Saat ini, Kiai Asep mempunyai sekitar 12.000 santri dan mahasiswa, serta 1000 lebih tenaga pendidik. Baik di Mojokerto maupun di Surabaya.
"Karena sesuai fatwa MUI pusat yang mengatakan vaksin AstraZeneca itu mengandung (tripsin) pankreas babi dan hukumnya haram. Menurut MUI pusat hukumnya haram, tapi diperbolehkan ketika darurat. Namun, di Amanatul Ummah tidak ada darurat. Karena selama satu tahun ini di Amanatul Ummah tidak ada yang terkena COVID-19," katanya.
Kiai Asep mengatakan, Ponpes Amanatul Ummah bebas COVID-19 karena selama ini menerapkan protokol kesehatan dan protokol Islam dengan sangat ketat. Setiap santri yang baru datang, wajib lolos pemeriksaan rapid test, foto toraks dan pemeriksaan darah lengkap. Screening dilakukan sekitar 2 km dari asrama santri di kampus Institut KH Abdul Chalim.
Selama di pesantren, para santri wajib menerapkan 4 hal. Pertama Protokol Islam meliputi menjaga kebersihan, dilarang melakukan hal-hal yang tak penting, tidur cukup, makan tidak boleh terlalu kenyang, salat malam untuk mengusir penyakit dari tubuh, serta salat Subuh berjamaah agar terhindar dari gangguan kesehatan.
Kedua protokol kesehatan yang meliputi memakai masker, hand sanitizer, sering mencuci tangan dengan sabun pada air yang mengalir dan menjaga jarak, yang artinya berusaha menghindari bersentuhan dengan orang lain. Ketiga menjaga imunitas dengan mengonsumsi menu tahu, tempe, kecambah dan telur yang menurut dokter mengandung imun tinggi.
Keempat menjaga imanitas dengan rajin membaca istighfar, kalimat tauhid, salawat, hamdalah, serta 4 ayat Al-Qur'an yang diyakini menjadi obat bagi semua penyakit. Yaitu Surat Ali Imron ayat 154, Surat Al Fath ayat 29, serta Surat At Taubah ayat 128 dan 129.
Kritik MUI Jatim
Kiai Asep juga mengkritik Fatwa MUI Jatim yang menyatakan vaksin AstraZeneca halal dan bagus (halalan thoyiban). Dia menilai fatwa tersebut salah karena hanya menggunakan alasan istihalah atau perubahan bentuk dan ihlak atau penghancuran. MUI Jatim yakin tripsin pankreas babi yang digunakan dalam produksi vaksin AstraZeneca tidak lagi menjadi najis karena sudah berubah bentuk.
"Istihalah di situ disamakan dengan Ihlak, penghancuran, tidak ada nilai-nilai babinya. Istihalah dan ihlak tertangkal oleh Intifak. Yaitu bisa menjadi vaksin sebab ada (tripsin) pankreas babinya. Intifak itu bukti yang tidak bisa dihilangkan. Buktinya apa? Jadi vaksin. Tanpa ada pankreas babinya tidak akan jadi vaksin. Keharaman intifak, baru pada pemikiran saja sudah haram, apalagi sudah ada realisasinya," kata Kiai Asep.
Dia menambahkan, Imam Syafii dan Imam Hanbali mengajarkan, istihalah atau perubahan bentuk dari benda najis menjadi tidak najis hanya berlaku pada tiga hal. Yaitu ketika arak berubah secara alami menjadi cuka, kulit yang diambil dari bangkai selain babi dan anjing, serta ayam yang menetas dari telur yang dikeluarkan dari ayam mati.
"Berbahaya sekali. Itulah kenapa saya ngotot ingin memberitahukan kepada seluruh masyarakat Jatim bahkan Indonesia. Ketika MUI Jatim hasil fatwanya tidak segera dicabut, MUI pusat tidak memanggilnya, bahayanya ini menjadi pintu masuk lebar-lebar untuk semua produk (olahan) babi dihalalkan karena istihalah. Karena semua produk babi pasti dengan Istihalah semua, tidak mungkin gelondongan berupa babi," ujar Kiai Asep.
Kiai Asep berharap pemerintah tidak menggunakan vaksin AstraZeneca untuk vaksinasi COVID-19 di Jatim. Apalagi disuntikkan ke pesantren-pesantren. Dia berpendapat, kondisi saat ini tidaklah darurat. Masyarakat masih bisa menunggu pemerintah membeli vaksin yang dipastikan halal.
Untuk NonMuslim Saja
Kiai Asep pun memberikan solusi kepada pemerintah yang telanjur membeli vaksin AstraZeneca dalam jumlah besar. "Solusinya agar digunakan di daerah-daerah nonmuslim yang tidak mempermasalahkan tubuhnya kemasukan unsur-unsur babi," katanya.
Sementara untuk umat Muslim di Indonesia, Kiai Asep berharap pemerintah menggunakan vaksin jenis lain yang dipastikan halal. Terhadap para ulama Jatim yang telanjur divaksin AstraZeneca, dia menyarankan agar memperbanyak istighfar.
"Harus mendatangkan lagi selain vaksin AstraZeneca. Masih banyak vaksin lain. Menunggu tidak masalah, tiga bulan, setahun tidak akan mati. Bukan darurat kalau seperti itu," katanya. (dt/wis)
No comments:
Post a Comment