JAKARTA (DutaJatim.com) - Setelah banjir kritikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud ) akhirnya merevisi PP No. 57 tahun 2021 yang dituduh berisi penghapusan pendidikan Pancasila dan bahasa Indonesia dalam kurikulum. Untuk itu Kemendikbud mengirimkan surat revisi kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal itu disambut positif oleh Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila( BPIP) Prof Dr. Haryono.
Haryono mengucapkan terima kasih kepada Kemendikbud yang telah mengakui jika ada kesalahan di PP tersebut, dan akan segera merevisinya.
" Ada hikmah yang perlu diambil,
Standar Nasional Pendidikan bukan sekedar milik dan tanggungjawab Kemendikbud, akan tetapi Ini menyangkut konsepsi dan orientasi bagaimana mencerdaskan kehidupan bangsa dapat dijalankan secara sistematis dan maksimal," kata Prof Haryono saat dimintai tanggapan terkait polemik PP tersebut kemarin.
Prof Haryono juga menegaskan untuk hal yang mendasar dan terkait dengan kepentingan nasional (publik), seyogyanya didahului dengan diskusi publik dengan melibatkan semua elemen bangsa.
" Ini agar PP tidak hanya secara formal benar, akan tetapi juga mendapatkan "legitimasi" karena adanya partisipasi publik.," ucapnya.
Disamping itu, Prof Haryono meminta agar peristiwa kontroversi tidak berulang, pihak Kemendikbud, Sekretariat Negara dan Kemenkumham melakukan verifikasi terhadap pejabat dan staf yang selama ini mewakili lembaganya dalam proses penyusunan PP hingga proses mengundangkannya.
" Hal ini, penting agar diketahui, kesalahan disebabkan oleh inkompetensi dan kekurangan serius staf dan atau pejabat yang diberi tugas atau ada faktor kesengajaan," papar Prof Haryono.
Oleh sebab itu, sekiranya akibat inkompetensi, pada yang bersangkutan, kata Prof Haryono perlu dilakukan bimbingan teknis atau diklat agar miliki wawasan, pengetahuan dan keterampilan yang cukup.
" Dan apabila ada faktor "kesengajaan" perlu ada sanksi yang tegas dan terukur," tegasnya.
Karena, tambah Prof Haryono, ini diperlukan untuk menjaga "marwah dan wibawa" pemerintah dalam membuat peraturan perundang undangan sekaligus meminimalisir kemungkinan terjadinya "kesalahan" di masa depan.
" Disamping tidak menimbulkan kontroversi yang menguras energi bangsa yang sebenarnya tidak diperlukan," jelasnya.
Terakhir , dirinya menambahkan , jika setiap mengambil kebijakan harus ada dialog, berkoordinasi serta bersinergi antar lembaga negara dan elemen masyarakat.
" Karena hal tersebut merupakan bentuk dari gotong royong, dan Ini penting menjadi perhatian bersama agar tidak timbul kesan, seolah masyarakat yang diminta bergotong royong tetapi penyelenggara negara "enggan" bergotong royong.," tandasnya.(sir/ndc)
No comments:
Post a Comment