SURABAYA (DutaJatim.com) – Tuntutan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melakukan investigasi kasus hilangnya KH Hasyim Asy'ari dalam kamus sejarah Indonesia terus berlanjut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tidak cukup hanya minta maaf dan menarik kamus itu, tapi juga harus melakukan penyelidikan atas kasus tersebut.
Untuk itu Ketua Komite Khitthah Nahdlatul Ulama 1926 (KKNU-26), Prof Dr H Rochmat Wahab pun mendesak agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Republik Indonesia (RI) segera membentuk tim investigasi, menyusul geger buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I (Nation Formation) dan Jilid II (Nation Building) yang cenderung ‘miring ke kiri’.
“Setelah membaca softcopy-nya, serta kekhawatiran publik terhadap bangkitnya komunisme di Indonesia, maka, KKNU-26 mendesak Kemendikbud segera membentuk tim investigasi. Buku ini memang sarat kepentingan politik, sehingga mengabaikan standarisasi dari sebuah buku yang, menggunakan istilah Kamus atau Rujukan dalam sejarah Indonesia,” kata Prof Dr H Rochmat Wahab dalam rilisnya seperti dikutip dari duta.co, Jumat (23/4/21).
Selain itu, tulisnya, pernyataan Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Hilmar Farid yang menjelaskan bahwa buku Kamus Sejarah Indonesia itu disusun pada tahun 2017, sebelum periode kepemimpinan Mendikbud Nadiem Anwar Makarim, dinilai tidak bijak dan sangat riskan. Mengapa? Karena pada tahun 2017 itu Mendikbudnya dijabat tokoh Muhammadiyah. Orang awam pun langsung curiga bahwa Mendikbud lama, yang menghapus peran NU dalam kamus sejarah itu.
“Pernyataan ini bisa membuat publik saling curiga, karena pada tahun 2017 itu Kemendikbud berada dibawah kepemimpinan Prof Dr Muhajir Effendy yang dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah,” terangnya.
Untuk menghindari saling curiga di tingkat umat atau grassroot (akar rumput), maka, perlu dibentuk tim investigasi, selanjutnya memberikan sanksi (punishment) kepada pihak-pihak yang terlibat dalam penyusunan buku tersebut. PBNU juga diminta tanggap.
“PBNU juga perlu menggelar pertemuan dengan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah sekaligus menyikapi secara bersama terbitnya buku Kamus Sejarah Indonesia itu,” tegasnya.
Tak kalah menarik, Prof Rochmat juga menyinggung soal isu laten, komunisme yang dikenal dengan politik adu dombanya. Kepada seluruh bangsa Indonesia, dan atau umat beragama, diminta waspada terkait maraknya modus adu domba antarumat beragama demi terjaganya eksistensi atau kelangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Terkait isu komunisme ini, KKNU-26 mendesak pemerintah lebih peduli menerapkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap Keamanan Negara,” ujarnya.
Di mana, dalam UU tersebut, tegas Ketua Tanfidliyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama DIY masa bakti 2011-2016 ini, Pasal 107 e UU 27 Tahun 1999 membatasi untuk tidak mengadakan hubungan dengan organisasi yang diketahui atau diduga menganut ajaran komunisme, seperti Partai Komunis China.
“PKB seperti disampaikan Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di media online indoposco.id akan mempererat kerjasama. Di sisi lain, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siradj sebagaimana dilansir timesindonesia.co.id, menyebut ‘Negara China bukan Negara Komunis’, ini jelas membingungkan umat, khusus warga NU. Bukan domain PBNU bicara itu. Karena itu, seharusnya dihindari,” pungkasnya. (gas)
No comments:
Post a Comment