Kisah solo traveller bernama Yuliani ini cukup mencengankan. Perempuan yang berprofesi di bidang teknologi informasi ini sudah keliling hampir semua daerah di India dan China serta sejumlah negara lain dengan backpacker alias sendirian. Banyak pengalaman mengasyikkan. Tapi ada juga yang horor.
Oleh Gatot Susanto
SAAT India kembali dicekam gelombang kedua pandemi Covid-19, ingatan Yuliani kembali ke masa-masa selama dua bulan keliling negerinya Shah Rukh Khan itu. Juga ke Nepal. Dia kembali ingat saat mandi di Sungai Gangga tapi di sisi seberangnya. Dia tertantang menyeberang ke tempat yang mirip pulau dengan naik kapal, sementara warga India berjubel mandi di tepian sungai. Hampir setiap hari sungai ini dipadati orang yang mencari berkah. Semakin padat saat ada acara-acara keagamaan.
"Saya ikutan mandi di Sungai Gangga saat banyak orang mandi dan ritual. Mandinya bukan di tempat pembuangan abu jenazah tapi di seberangnya. Saat ada orang menyeberang ke pulau itu, saya juga ikut ke sana. Saya juga hadir di gate border, perbatasan India-Pakistan yang pada hari-hari tertentu ada pertunjukan dihadiri banyak orang yang berjubel," kata Yuliani kepada DutaJatim.com dan Koran Global News Rabu 19 Mei 2021.
Dia melihat langsung bagaimana warga desa di India yang hidup di daerah yang sangat padat. Apalagi bila sudah menggelar acara keagamaan. Pasti berjubel. Berdesak-desakan.
"Karena itu, wajar bila kasus Covid-19 melonjak di sana terkait banyaknya orang yang berdesak-desakan itu. Saya ke India dan Nepal sebelum pandemi saja sudah begitu, bagaimana kalau pandemi pasti lebih gawat lagi," katanya.
Yuliani mengaku melancong ke India sendirian. Sebagai backpacker dia selalu bepergian sendiri. Menjelajahi daerah yang belum pernah dia datangi. Menjemput tantangan di daerah itu. Apa pun. Termasuk dengan risikonya.
"Saya seperti diperjalankan saja. Tidak tahu mengapa harus ke sana. Pertama, saya ke India dan kedua ke China, lalu ke Vietnam. Saya ke China, saat Imlek sehingga suasananya crowded sekali, gencet-gencetan. Apalagi semua harus saya lakukan manual, tak punya online, syaratnya banyak untuk online, sehingga antre di mana-mana, baik di China atau India, sangat ingar bingar sangat padat," katanya.
Maka, dia pun menjelajahi 45 daerah di India. Dia bergerak sesuai peta, memulai dari kota di bagian bawah yang ada di peta sampai semua kota. Begitu pula saat ke China, Vietnam, atau Filipina. "Ini hobi saya. Saya ingin ke suatu negara harus bisa tercover semua tempat. Saya bukan tipe traveller dua hari santai lalu pulang, tapi harus terus mencari tantangan," katanya.
Karena itu dia disebut "orang gila" sebab hanya orang gila saja yang bisa melakukan perjalanan jauh itu. Namun dia bersyukur dikaruniai energi yang besar oleh Tuhan. Suka bergerak cepat sehingga tidak sampai capai saat menjelajahi semua tempat di India.
"Saya bukan orang yang suka enjoy, tapi yang menantang. Saya suka melihat pemandangan banyak tempat yang indah. Untuk jadi backpacker, kata orang memang harus punya nyawa 9, kalau mati satu jadi 8, mati lagi jadi 7 hehehe, itu kata orang. Sebagai seorang spiritualis, pasrah saja kepada Tuhan, " katanya.
Selama ke India dan China, Yuliani mengaku mendapat banyak pengalaman, tapi sebagian besar memang pengalaman yang menyenangkan sebab dia juga anggota komunitas traveling internasional. Namanya Couchsurfing. Sehingga setiap kali ke India atau China, misalnya, selalu ada teman.
"Bisa menginap free. Bisa tahu adat istiadat budaya makanan dan bahasa dari banyak orang di banyak negara. Kalau beruntung diantar mereka ke sejumlah tempat. Namun untuk menjadi anggota komunitas itu tidak mudah sebab harus ada yang memberi referensi," katanya.
Namun tidak semua enak sebab ada juga horornya. Karena itu Yuliani memberi tips bagi para solo traveller backpacker. Selain nyawa rangkap 9 tadi, harus mempunyai intuisi yang kuat, bisa membaca karakter orang, cara bicaranya, gerak geriknya. Sebab tidak semua orang baik. Termasuk teman anggota komunitas internasionalnya juga tidak semua baik.
Saat di Mumbai, India, misalnya, Yuliani memiliki kenalan yang juga anggota Couchsurfing, tapi dia membaca gelagat orang itu tidak baik sebab dia ngotot ingin membawa kopernya yang rusak. "Saat itu saya heran, dari nadanya kok interes banget dengan koper saya, dia ngotot agar dititipkan ke rumahnya. Dia juga tanya, kalau jalan-jalan bawa laptop ya, ini itu, ya dari pada disosor terus, lalu saya ajak dia makan di restoran, dan kepada bapak yang punya restoran, saya titipkan tas tersebut dan tidak boleh diambil orang lain selain saya. Tas itu pun selamat. Teman Couchsurfing tadi risih juga," katanya.
Kisah horor juga terjadi saat keliling Sumatera, Aceh, sampai Sabang. Saat itu Yuliani bekerja di Singapura dan Malaysia. Namun, karena hobi jalan-jalan backpacker dia pun memilih jalan lain saat pulang ke Jakarta. Tidak memakai pesawat tapi naik kapal laut.
"Saya ingin lihat apa yang belum pernah saya lewati. Dan, kejadiannya di luar kemampuan saya. Saat itu saya kerja di Malaysia ingin pulang, kalau naik pesawat terlalu cepat, akhirnya naik kapal laut yang harus melewati Batam. Menyeberang Batam ke Sumatera, bawa koper banyak bawaan. Sebab saya orang profesi IT. Saat itu saya tak tahu menahu, saya orangnya ramah, suka say hello, saya lalu berkenalan dengan saudagar kaya dari Aceh dengan bawaan yang sangat banyak di kapal. Dia dari Jakarta ke Aceh, saya ditawari main ke Aceh, saya langsung mau saja. Padahal saya tidak tahu sama sekali tentang Aceh. Sampai di Aceh saya ikut dia ke rumahnya. Saya sedih sebab setahun kemudian tsunami, rumahnya yang mewah tiga lantai kena tsunami," katanya.
Yang horor, kata dia, saat itu sedang konflik antara TNI dan GAM. Tempat wisata yang dia kunjungi pun menjadi tempat kuburan orang-orang korban konflik. Apalagi KTP Yuliani Jakarta, sehingga dia terkena sweeping oleh GAM saat naik bus dari Aceh ke Sabang. "Titik A dikuasai GAM, titik B dikuasai TNI, saat di titik A yang disweeping GAM, begitu juga saat di titik TNI, saya dimarahi. Tapi saya enjoy saja," katanya.
Hanya Rp 5 Juta
Menjadi traveller backpacker ada juga faktor biaya murah. Namun traveller sejati karena hati dan hobi. Meski demikian apa yang dilakukan Yuliani keliling 45 kota India dan Nepal sangat unik sebab dia selama dua bulan hanya menghabiskan Rp5 juta. Dia menuangkan pengalaman perjalannnya itu dalam sebuah buku berjudul "Traveling Hemat Keliling India dan Nepal".
Yuliani mengaku melakukan perjalanan ke 40 kota di India dan lima kota di Nepal tanpa didampingi siapa pun secara backpacker. Perjalanan panjang itu dia lakukan pada Mei-Juni 2012 lalu. Sebelumnya, pada awal tahun 2012, dia melakukan perjalanan ke China.
“Saat di India, ada beberapa kota yang tidak bisa saya kunjungi karena memang tidak ada kereta yang menuju ke kota tersebut. Saya sengaja tidak mewajibakan diri harus ke suatu tempat, jadi go with the flow mengikuti perasaan ke mana mau pergi,” ujar perempuan berdarah Padang ini.
Mengapa memilih India dan Nepal sebagai destinasi? Yuliani mengaku India memiliki kesan tersendiri baginya. Dia keliling India karena terinspirasi dari pengalaman masa kecil yang hobi nonton film dan menyanyikan lagu India. Dia juga terkesan dengan beberapa lokasi dan gedung di India yang tidak bisa dia temui di Indonesia, seperti Taj Mahal.
Selain itu, dia juga ingin membuktikan kepada khalayak bahwa di India aman-aman saja. “Ada isu yang berhembus bahwa di India sering terjadi kasus pemerkosaan. Tapi saya justru tertantang dan melawan kondisi itu. Yang saya temui selama perjalanan justru kehebohan-kehebohan yang tidak terduga. Saya juga tidak apa-apa selama di India,” ujar perempuan berambut pirang ini.
Sedangkan pilihan berkunjung ke Nepal karena dia mendapatkan double visa untuk mengunjungi negara lain yang bertetangga dengan India. Nepal menjadi destinasinya lantaran gampang untuk kembali lagi ke India. Sedangkan Bangladesh terlalu jauh untuk dikunjungi. ”Jadi perjalanannya mengikuti alur,” kata dia.
Setelah dari India, dia tidak langsung kembali ke Tanah Air. Dia justru melanjutkan perjalanan ke Bangkok, Kamboja, Vietnam dan Laos selama sebulan dengan mengabiskan Rp5 juta. Yuliani yang bekerja sebagai konsultan IT di Jakarta itu kadang mengalami kejenuhan dalam perjalanan di India. Untuk menghilangkannya, dia menyetel lagu-lagu barat dan Indonesia, kemudian dia menari semaunya di dalam kereta. “Kalau stuck nya sudah klimaks saya menari dan tidak memedulikan orang lain di sekitar,” ungkap dia. (*)
No comments:
Post a Comment