Foto ilustrasi (pixabay) |
SURABAYA (DutaJatim.com) - Heboh gempa bumi dahsyat disertai tsunami raksasa ramai menjadi pembicaraan masyarakat. Warga menanggapi beragam. Ada yang takut, ada pula yang merespon biasa-biasa saja sebab kondisi bumi memang rapuh. Bahkan, Tuhan menciptakan bumi tidak kekal sehingga wajar bila pada saatnya akan mengalami guncangan atau bahkan hancur seperti kabar tentang datangnya kiamat.
"Karena itu kita wajib terus berdoa agar bumi yang rapuh ini tetap bisa dihuni manusia dengan aman dan nyaman. Itu saja. Sedang tugas ilmuwan yang meneliti agar bisa dilakukan mitigasi untuk mencegah agar tidak terjadi korban yang lebih besar. Yang jelas, kita tidak bisa menghindar darinya (gempa dan tsunami), kita hanya bisa me-waspadai" kata Achmad Taufik, seorang ustad di Kabupaten Blitar Senin 7 Juni 2021.
Sebelumnya, seperti dikutip dari suara.com, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga memperkuat laporan ilmiah bertajuk "Implications for megathrust earthquakes and tsunamis from seismic gaps south of Java Indonesia". Laporan ilmiah itu diterbitkan Nature.com terkait ancaman gempa bumi dan tsunami di wilayah pesisir selatan Indonesia. Laporan ini membuat gaduh publik di tengah gempa bumi yang seakan beruntun terjadi di Jawa Timur bagian selatan yakni gempa Malang selatan dan Blitar.
Riset yang dilakukan oleh LIPI menyebutkan, gempa dan tsunami raksasa di jalur-jalur tunjaman lempeng bahkan kemungkinan tidak hanya sekali terjadi, namun bencana raksasa ini akan terjadi secara berulang. Selain LIPI, sebelumnya Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) juga mencatat adanya celah seismik yang jelas di selatan Pulau Jawa sehingga betul akan ada potensi gempa bumi megathrust yang akan terjadi di masa depan.
Tim Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI meneliti tsunami purba sejak 2006 di pantai Lebak, Pangandaran, Cilacap, Kutoarjo, Kulonprogo, dan Pacitan. Dia mengungkapkan, ada endapan tsunami berumur 300 tahun ditemukan di sepanjang pantai itu. Misalnya di Lebak, tsunami tersebut mengendapkan batang-batang kayu di suatu rawa 1,5 kilometer (km) dari garis pantai.
"Gempa dan tsunami raksasa dari jalur-jalur tunjaman lempeng dipastikan terjadi berulang. Jalur-jalur ini akan tetap menghasilkan gempa dan tsunami raksasa di masa datang. Tiap-tiap jalur memiliki waktu perulangan ratusan hingga ribuan tahun," kata Eko, peneliti LIPI, dalam pernyataan persnya.
Informasi ancaman bencana tsunami di wilayah pesisir selatan ini sebenarnya sudah beberapa kali mencuat. Di Jawa Timur sendiri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur sudah memetakan wilayah rawan tsunami ini. Edukasi dan pemahaman juga rutin disampaikan ke masyarakat di wilayah yang berpotensi terdampak bencana ini.
Catatan BPBD, di provinsi paling timur Pulau Jawa ini jika benar tsunami setinggi 20 meter menerjang daratan, maka ada sembilan kabupaten bakal terancam. Wilayah itu adalah Banyuwangi, Jember, Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten dan Kota Blitar, Tulungagung, Trenggalek serta Pacitan.
Delapan wilayah ini berada di wilayah paling selatan provinsi dengan garis pantai panjang. Dalam catatan PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi), beberapa wilayah tersebut sudah pernah mengalami tsunami bersama daerah pesisir di provinsi lain.
Sejak tahun 1818, PVMBG mengungkap, telah terjadi 11 kali tsunami di sisi selatan pantai Jawa. Dimulai dari Tsunami Banyuwangi (1818), Tsunami Bantul (1840), Tsunami Tulungagung (1859), Tsunami Kebumen (1904), Tsunami Jember (1921), Tsunami Pangandaran (11/09/1921) .
Kemudian tsunami Banyuwangi (1925) , Tsunami Purworejo (1957), Tsunami Banyuwangi (03/06/1994), Tsunami Pangandaran (17/7/2006), Tsunami Jawa Barat Selatan (02/09/2009). Tsunami ini penyebabnya dipicu oleh gempa bumi. (sc)
No comments:
Post a Comment