MALANG (DutaJatim.com) - Ekspor produk pertanian di Kabupaten Malang turun selama pandemi Covid-19. Selain itu, stok sejumlah komoditasnya juga melimpah, sehingga membuat harga di pasaran hancur.
"Tidak bisa dipungkiri harga tanaman pangan holtikultura semua turun selama pandemi Covid-19, penurunan ekspor komoditas pertanian dan perkebunan juga iya, sekitar 20 persen dari sebelum pandemi," kata Kepala Dinas Tanaman Pangan Holtikultura dan Perkebunan (DTPHP) Pemkab Malang Budiar Anwar, Jumat (3/9/2021).
Ia menjelaskan, pandemi Covid-19 menyebabkan daya beli yang turun dan distribusi ekspor terhambat dengan berbagai pembatasan. Termasuk diantaranya sejumlah negara berpikir dua kali untuk mendatangkan komoditas pertanian dari indonesia.
"Banyak penyerap komoditas di masyarakat seperti kaki lima dan UMKM, serta restoran dan hotel tutup. Selain itu belanja online juga masyarakat sangat berhati-hati karena khawatir melekat di penjualan," tuturnya.
Sehingga, pihaknya menyerukan kepada petani untuk melakukan pengaturan pola tanam. Contohnya yakni beralih ke tanaman yang masih diminati pasar ekspor. Seperti halnya kopi arabika.
"Di pasaran nilai ekspor porang cukup baik, selain itu ada Kopi Arabika. Dimana saat ini Kopi Robusta harganya anjlok kurang lebih 25 ribu perkilonya. Sedangkan arabika masih diatas 90-100 perkilo, juga karena lahan yang diharuskan tanam diatas 1.200 mdpl sangat terbatas, sejauh ini hanya kopi yang masih menjadi komoditas yang cukup diminati," terangnya.
Budiar juga membeberkan, salah satu komoditi yang mengalami kehancuran harga adalah cabai. Sebagai gambaran, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, produksi cabai rawit di Kabupaten Malang tahun 2020 mencapai 779.323 ton dan cabai besar 293.024 kuintal.
Produksi 2020 lebih besar dari 2019 yang hanya 693.900 kuintal untuk cabai rawit dan 281.565 kuintal untuk cabai besar.
Adapun daerah penghasil cabai rawit tahun 2020 ada di Kecamatan Wajak sebanyak 206.106 kuintal, diikuti Poncokusumo sebanyak 139.240 kuintal dan Tumpang sebanyak 130.578 kuintal.
Budiar menyarankan agar pihak organisasi perangkat daerah lain juga bekerjasama memberikan pelatihan menanggulangi melimpahnya komoditas yang tidak berbanding lurus dengan serapan dan nilai ekspor.
"Khusus cabai dinas terkait seperti Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) dan UMKM memberi pelatihan untuk inovasi produk tahan lama dari cabai dan komoditas lain. Diantarnya menjadi bubuk cabai," tutupnya. (Ndc/Aje)
No comments:
Post a Comment