Candra Winata, Guru SMKN 2 Pamekasan, berhasil terpilih menjadi satu dari 10 guru SMK terbaik tingkat nasional dalam ajang Apresiasi Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Inspiratif 2022, yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi, pada puncak peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2022. Bagaimana prosesnya sehingga lulusan SMAN 1 Pamekasan 2005 dan Unesa 2009 ini bisa meraih prestasi tersebut?
Oleh Masdawi Dahlan
CANDRA WINATA terlihat bergembira melihat orang-orang ikut bangga atas prestasinya tersebut. Penghargaan itu tentu mengharumkan nama Jatim, khususnya Pamekasan. Penghargaan itu sebagai apresiasi yang diberikan Kemendikburistek untuk guru yang inspiratif. Guru yang menerapkan merdeka mengajar dalam proses pembelajaran di satuan pendidikan.
Ajang ini mengajak guru dan tenaga kependidikan agar semakin inovatif kretaif dalam mengembangkan menerapkan pembelajaran berdefrensiasi yang berpusat kepada karakter anak.
Dalam ajang Apresiasi GTK Inspiratif 2022 ini, ada 18 kategori terbaik meliputi guru, kepala sekolah, hingga tenga kependidikan lainnya. Selanjutnya panitia memilih 10 orang untuk tiap kategori. Dan Candra Winata terpilih dalam 10 terbaik untuk kategori guru SMK. Dari Jawa Timur, dua orang guru SMK yang masuk dalam 10 terbaik guru SMK tingkat nasional tersebut.
Ditemui di kampus SMKN 2 Jalan Dirgahayu Pamekasan, Candra menuturkan bahwa dia ikut serta dalam ajang ini berawal dari surat pemberitahuan dari Kemendikbudristek pusat. Dari Bidang Kurikulum SMKN 2 Pamekasan, dia lalu diminta untuk mengikuti progran itu dengan membuat video dan karya tulis terkait dengan pembelajaran berdiferensiasi.
Ternyata Candra beruntung. Dia masuk menjadi finalis dari jumlah peserta se-Indonesia yang mencapai 2.000 peserta lebih. Dari jumlah itu disaring setiap kategori diambil 40 orang. Lalu dari jumlah itu diadakan penilaian lagi melalui wawancara langsung tim penilai ke kepala sekolah tempat mengajar, pengawas, pada siswa dan guru teman sejawatnya.
“Setelah itu terpilihlah 20 orang, dan akhirnya diundang ke Jakarta. Dari 20 itu semua mempresentasikan karyanya tersebut. Karya dalam bentuk makalah dan video di sana diuji dan dipresentasikan, kemudian diwawancarai. Lalu dipilihlah 10 terbaik dari setiap kategori. Alhamdulillah saya menjadi satu dari 10 terbaik itu. Dari Jawa Timur ada dua orang, satunya dari SMK di Malang,” ungkapnya, Senin (28/11/22).
Dia menjelaskan, yang dimaksud pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum merdeka belajar. Guru harus memberikan pembelajaran dengan metode yang berbeda ke tiap siswa, sesuai dengan karakter siswa masing-masing.
“Jadi siswa itu dilihat gaya belajar jelas berbeda. Materi pokoknya sama, kita punya keunikan, gaya berbeda, minat berbeda, jadi latar belakang anak-anak juga disesuaikan. Selama ini kan seragam semua. Sekarang ini dituntut seperti itu, berpedoman pada karakter semua siswa yang unik itu, siswa tidak ada yang bodoh,” tandasnya.
Dia pun membuat media pembelajaran yang diberi nama My Key. Ya, kunci saya. Sebuah modul elektronik atau otak dari sebuah system pengaman yang mempunyai lima output yang bisa digunakan untuk merancang system pengaman sepeda motor. Ini sesuai dengan spesialisasinya sebagai pengajar mata pelajaran system pengaman sepeda motor, di jurusan Teknik Sepeda Motor SMKN 2 Pamekasan.
“Itu yang kami angkat dan kami gunakan untuk pembelajaran berdiferensiasi. Jadi dari media itu bisa digunakan sebagai strategi pembelajaran berdiferensiasi. Konten itu kemudian ada prosesnya juga dan produknya. Jadi lengkap tiga tiganya,” tuturnya.
Potensi beda, kata Candra, bisa jadi siswa merasa bisa menyerap ilmu dengan baik karena sesuai dengan karakter mereka. Indikasi siswa bisa menyerap ilmu, dilihat dari hasil belajarnya yang meningkat. Siswa pun bisa membuat produk alarm dari media pembelajaran My Key itu. Setelah dilakukan post test ternyata hasilnya meningkat dari sebelumnya. Dan peningkatan itu dicapai secara rata-rata anak di kelas.
“Jadi untuk diferensiasi konten, mengajari materi, kami pilih tiga saja sesuai dengan gaya belajar mereka. Gaya belajar yang kinestetik, auditori, kemudian visual. Yang kinestetik suka bergerak, harus praktik. Auditori dengan ceramah, yang visual kita jelaskan dengan gambar. Alhamduillah sudah mewadahi mereka, mudah mencerna,” katanya.
Pembelajaran berdiferensiasi, kata Candra, sebenarnya sudah lama dipraktikkan. Misalnya dengan adanya ungkapan jangan mengajari ikan untuk berlari, jangan mengajari rusa untuk berenang. “Jadi memang sudah dilakukan sebelumnya, namun tidak teridentifikasi, tidak tersusun secara sistematis,” pungkasnya. (*)
No comments:
Post a Comment