BOGOR (DutaJatim.com) – Kehadiran Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang baru disahkan pada 15 Desember 2022 lalu, sejatinya bakal membawa perubahan lebih baik bagi masa depan bisnis perkoperasian di Indonesia.
Jika menelisik lebih dalam tentang isi perubahan Undang-Undang No. 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian, bisnis perkoperasian di tanah air akan semakin powerful pasca disahkannya Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 Tentang P2SK.
Demikian disampaikan anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, dalam “Mikro Forum – Forwada Discussion Series 2023 – Pengawasan Koperasi Pasca UU P2SK”, Rabu, 1 Februari 2023, di Family Resto D’Kampoeng, Gunung Putri, Bogor.
Menurutnya, dengan jumlah koperasi yang mencapai 127.846 unit berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), dan meningkat sebanyak 0,56% di tahun 2021, kontribusi bisnis koperasi terhadap Product Domestic Bruto (PDB) Indonesia bisa lebih tinggi dari 5,1 persen.
“Sampai sekarang, kontribusi koperasi terhadap PDB kita masih rendah jika dibandingkan dengan negara serumpun seperti Thailand yang sebesar 7 persen dan Singapura 10 persen. Terlebih jika dibandingkan dengan Prancis dan Belanda 18 persen serta Selandia Baru 20 persen,” katanya.
Lantaran itu, lanjut dia, selain ingin mengerek angka kontribusi tersebut, ketentuan bisnis koperasi dalam UU P2SK juga diharapkan dapat meminimalisir praktik penipuan investasi “berkedok” koperasi, yang meresahkan masyarakat.
Seperti diketahui, angka kerugian praktik penipuan berkedok koperasi terbilang fantastik, mencapai triliunan rupiah. Antara lain, Koperasi Langit Biru berhasil menghimpun dana Rp 6 triliun, Koperasi Cipaganti Rp 3,2 triliun, dan Pandawa Rp 3,3 triliun.
Kemudian, Koperasi Indosurya sebesar Rp 106 triliun. Ini disebut sebagai kasus penipuan terbesar di Indonesia. “Untuk ukuran koperasi, angka penipuan berkedok investasi tersebut tergolong luar biasa. Sedihnya, para pelaku divonis bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat,” ujar Anis.
Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Koperasi Bermasalah yang dibentuk oleh Kementerian Koperasi dan UKM menilai, berbagai kasus penipuan tersebut muncul akibat minimnya pengawasan operasional bisnis koperasi. Untuk itu, perlu pembaharuan dari sisi regulasi dan payung hukum keberadaan koperasi dalam UU No. 25 Tahun 1992.
“Pengawasan koperasi dalam UU tersebut, dianggap salah karena mindset-nya tidak digolongkan sebagai Lembaga Keuangan. Jadi, dalam UU No.25 Tahun 1992 koperasi tidak dianggap Lembaga Keuangan, padahal pada prakteknya mereka melakukan penghimpunan dana dari luar anggota. Selama ini, koperasi yang bergerak di sektor keuangan mirip dengan bank atau shadow banking,” terangnya.
Padahal, bisnis koperasi berbeda dengan bank yang telah diatur secara ketat (high regulated) oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Misalnya, jika bank menetapkan bunga terlalu tinggi, maka ketiga institusi tersebut bisa menegurnya.
Begitu juga soal transparansi, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) tidak diwajibkan menyampaikan laporan keuangan secara rutin maupun real time seperti bank. Koperasi memang merupakan institusi save regulated, dalam operasionalnya dapat mengatur diri sendiri.
Lantaran pengawasan kurang, maka pengelolaan dana menjadi tidak transparan serta masuk dana investasi cukup besar tetapi sarat dengan terdapat penyalahgunaan. Rentetan kejadian itu, semakin memicu keresahan masyarakat pelaku koperasi.
Untuk itu Pemerintah dan DPR ingin memisahkan koperasi menjadi dua, KSP murni dari anggota untuk anggota dan KSP yang bergerak di sektor keuangan. UU PPSK mengubah dan atau menetapkan peraturan baru, yang menambahkan satu pasal (44 b) dalam UU No. 25 tahun 1992 guna penguatan dan penataan kegiatan simpan pinjam oleh koperasi.
Pasal tersebut mengatur bahwa koperasi dapat melaksanakan kegiatan dalam sektor keuangan, dengan beberapa kriteria seperti menghimpun dana dari pihak selain anggota; dari anggota koperasi lain; menyalurkan pinjaman ke selain anggota; dan menerima pendanaan pihak bank (lembaga keuangan) melewati batas maksimal yang ditetapkan atau melakukan jasa keuangan.
“Misalnya, melakukan jasa perbankan, asurasnsi, dana pensiun, pasar modal, usaha lembaga pembiayaan, dan lain-lain. Aktivitas bisnis tersebut digolongkan pada koperasi yang bergerak dalam jasa keuangan. Dalam UU P2SK, terkait perizinan, pengaturan dan pengawasan jenis koperasi akan dilakukan oleh OJK,” papar Anis.
Sementara, koperasi murni (tidak melaksanakan kegiatan dalam sektor keuangan) tetap dibawah pembinaan dan pengawasan Kemenkop & UKM. Undang-Undang juga memerintahkan Menteri Koperasi & UKM untuk menilai, memilih dan memilah koperasi mana yang murni KSP atau koperasi dalam sektor jasa keuangan. Kemudian, hasilnya harus diserahkan kepada OJK paling lambat dua tahun setelah UU P2SK disahkan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Lemabaga Keuangan Mikro OJK Suparlan mengungkapkan kesiapan OJK mengawasi koperasi yang bergerak dalam sektor jasa keuangan (open loop) pasca UU P2SK. OJK memaknai UU P2SK merupakan pemurnian serta upaya pemerintah dalam memperbaiki dan mengembalikan jati diri KSP itu sendiri, mengingat berbagai rententan kejadian dewasa ini yang mencoreng nama baik perkoperasian di tanah air.
Dalam UU P2SK, posisi OJK diberikan kewenangan untuk melakukan pembinaan dan pengawasan aktivitas bisnis KSP open loop sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Ini maknanya, koperasi dapat masuk dalam industri jasa keuangan (IJK) sesuai perundang-udangan terkait. Konkretnya, KSP dapat beroperasi layaknya lembaga keuangan, seperti bank, asurasi, pasar modal, dan lainnya.
“Nantinya, operasional koperasi terkait aturan, perizian, dan pengawasan disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku terhadap IJK. Seberannya, secara exiting sudah berjalan. Bila ke depan ada penyempurnaan ketentuan, maka sebagai konsekwensi KSP mengikutinya,” ungkap Suparlan.
Sementara itu, Deputi Bidang Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Zabadi menjelaskan bahwa pada tahun ini pihaknya akan lebih fokus untuk melakukan sosialisasi sekaligus membuat kriteria turunan untuk usaha koperasi yang masuk koperasi open loop maupun closeloop.
“Kami sekarang sedang menyusun dan menyelesaikan peraturan menteri (Permen) koperasi yang mengatur tentang kriteria usaha simpan pinjam dengan model close loop dan usaha jasa keuangan koperasi yang kita sebut model bisnis open loop,” ujarnya.
Sejalan dengan penyusunan Permen yang saat ini sedang dilakukan, Zabadi bilang bahwa saat ini Kemenkop-UKM juga sedang melakukan moratorium untuk pendirian koperasi simpan pinjam dan pengembangan lebih jauh dari usaha simpan pinjam. “Permen yang saat ini sedang disusun insyaAllah kita akan selesaikan dalam satu bulan ke depan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kemenkop-UKM berpendapat kegiatan penilaian ini sangat penting dan sensitif yang memerlukan pelaksana dengan kemampuan khusus, terutama di bidang keuangan dan usaha simpan pinjam koperasi.
Dalam pelaksanaannya nanti, Zabadi menyebut akan melakukan secara sensus dan melihat secara objektif dari koperasi usaha simpan pinjam yang saat ini ada sekitar 17.000 koperasi simpan pinjam. Pelaksanaannya ditargetkan bisa selesai sesuai dengan ketentuan UU.
“Kita semua masih memiliki kesempatan sampai 2024-2025 ini untuk pembinaan koperasi yang open loop untuk kembali ke closeloop atau dia mengurus izin usaha ke OJK kalau memilih izin usaha ke OJK kalau memilih openloop,” imbuhnya.
Terakhir, ia juga menegaskan bahwa dalam masa menunggu izin usaha diterbitkan oleh OJK, koperasi-koperasi yang menjalankan bisnis openloop masih berada di bawah pengawasan dari Kemenkop-UKM. (nas)
No comments:
Post a Comment