SURABAYA (DutaJatim.com) - Sejumlah negara penghasil beras dunia mulai menyetop ekspor komoditas ini. Hal itu disebabkan produksi menurun akibat musim panas yang ekstrem. Sementara itu, di dalam negeri, harga beras sejak Juli lalu hingga saat ini terus merangkak naik. Bertolak pada kenyataan inilah Pemerintah diharapkan dapat mengantisipasi agar harga beras tidak melonjak hingga membuat masyarakat sengsara.
“Harga beras di Surabaya terus merangkak naik. Paling banyak kenaikan itu terjadi pada Agustus 2023 ini. Sejak awal bulan ini, kenaikannya sangat dirasakan. Rata-rata kenaikan itu sebesar 1.000 per kilogramnya. Ini kenaikan yang cukup besar,” kata Agus, Pedagang Beras di Pusat Pasar Beras Bendul Merisi, Surabaya, Kamis (10/8/2023) siang.
Dia mengatakan, sekarang harga beras rata-rata Rp 14.000 per kilogram. Padahal, sebelumnya hanya Rp 13.000 per kilogram. Bahkan tidak menutup kemungkinan, pada bulan-bulan berikutnya harga beras akan naik lagi. Hal ini disebabkan info dari daerah di mana sekarang hasil produksi beras menurun. Hal itu mengakibatkan harga menjadi naik.
Hingga Kamis siang harga beras terpantau naik lagi. Mengacu situs resmi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), harga rata-rata beras saat ini terbang ke Rp12.212,5 per kg. Ini adalah harga untuk beras jenis IR. Sejak 1 Agustus hingga 7 Agustus 2023, PIBC mencatat harga beras merangkak naik. Dari Rp12.181,25 per kg pada 1 Agustus 2023.
Padahal, di saat yang sama tahun 2022, harga beras masih di Rp9.881,25 per kg pada 1 Agustus 2022 dan Rp9.543,75 di 1 Agustus 2021. Pada 7 Agustus tahun 2021 harganya naik ke Rp9.593,75 per kg dan pada 7 Agustus 2022 jadi Rp9.931,25 per kg.
Di saat bersamaan, PIBC mencatat, stok beras saat ini lebih rendah 34,1% dibandingkan posisi stok tahun 2022 lalu. Data PIBC per hari Senin (7/8/2023), menunjukkan, stok beras di PIBC hanya 24.458 ton, menyusut 2,9% dibandingkan sebulan sebelumnya.
Jika mengacu data BPS, konsumsi beras di wilayah Jakarta pada tahun 2021-2021 berkisar 1,4 kg per kapita dalam seminggu, berarti dengan posisi stok saat ini, ketahanan beras di wilayah Jakarta hanya mencukupi untuk 1,554 minggu atau sekitar 11 hari. Dengan asumsi jumlah penduduk Jakarta menurut World Population Review per Maret 2023 adalah 11,24 juta jiwa.
Ketua Pengurus Wilayah Lembaga Pertanian dan Perikanan Nahdlatul Ulama (PW LPPNU) Jatim, Ghufron Ahmad Yani, menilai, Indonesia juga pasti ikut terpukul akibat cuaca ekstrem El Nino sehingga produksi beras juga menurun. Karena itu opsinya impor. Padahal, sebenarnya, sebagai negeri agraris, Indonesia bisa meningkatkan produksi beras sehingga bisa ekspor, khususnya saat dunia menghadapi musim paceklik seperti sekarang ini.
"Kita juga hadapi El-Nino. Lalu beras CP kita juga barusan masuk 300.000 ton di Juli lalu. Artinya kita sendiri kurang," kata Yani Kamis (10/8/2023) siang.
Yani mengatakan, kebijakan politik anggaran yang belum "greget" untuk menghidupkan sektor pertanian secara sustainable membuat Indonesia tidak bisa ekspor beras.
"Soliditas kita tidak ada untuk mempersiapkan pangan bangsa ini, semua pada jalan sendiri-sendiri. Pemerintah juga tidak melibatkan ormas-ormas yang punya basis masyarakat pedesaan untuk bergandeng tangan mengembangan sektor pertanian dan meningkatkan produksi beras," katanya.
Dia menyinggung tagline "Ketahanan Pangan" bukan "Kedaulatan Pangan" menjadi salah satu indikator lemahnya kebijakan di sektor pertanian. "Jadinya kita terus impor. Saat napas menggeh-menggeh, "ngantong" ke tetangga," katanya sedikit bercanda.
"Kiamat Beras"
Kecemasan "kiamat beras" sudah melanda sejumlah negara produsen beras dunia. Bahkan India terpaksa melakukan larangan eskpor pada beras nonbasmati pada 20 Juli 2023 lalu. Kebijakan serupa dilakukan Uni Emirat Arab dan Rusia.
UEA sejak Jumat lalu telah melarang ekspor selama empat bulan ke depan, termasuk beras asal India. Ini akan mencakup semua varietas termasuk beras merah, beras giling penuh atau sebagian, dan beras pecah.
"Perusahaan yang ingin mengekspor atau mengekspor kembali beras harus mengajukan permohonan kepada Kementerian Perekonomian untuk mendapatkan izin ekspor ke luar negeri," kata seorang pejabat seperti dikutip dari Reuters dan Al-Arabiya, Kamis (10/8/2023).
Harga beras kemungkinan naik di pemasok dan supermarket lokal di UEA. Tapi ini diyakini hanya sementara. Rusia juga melakukan hal yang sama. Mengutip Sputnix, Rusia juga melarang ekspor beras dan menir hingga 31 Desember 2023. Alasannya untuk menjaga stabilitas di pasar domestik.
"Pemerintah memberlakukan larangan sementara ekspor beras dan menir beras," kata Kremlin melalui Telegram. "Pembatasan itu berlaku hingga 31 Desember 2023. Keputusan itu diambil untuk menjaga stabilitas pasar dalam negeri."
Meski begitu, larangan disebut tidak akan mempengaruhi negara-negara anggota Uni Ekonomi Eurasia- Armenia, Belarusia, Kazakhstan, dan Kyrgyzstan-- yang bergantung pada Rusia. Beras dan menir beras dapat dikirim ke luar negeri untuk bantuan kemanusiaan, serta dalam kerangka transportasi transit internasional.
Proporsi UEA dan Rusia dalam ekspor beras dunia memang tak begitu signifikan dibanding India. India adalah eksportir nomor satu, disusul Thailand dan Vietnam.
Seorang pejabat Vietnam juga mengomentari kemungkinan larangan ekspor beras. Namun, tetangga RI itu meyakinkan aturan itu belum akan terjadi.
"Saat ini, perusahaan Vietnam mengekspor beras secara normal," tegas pejabat Asosiasi Makanan Vietnam, yang mewakili pengolah dan pengekspor beras negara itu dan bekerja sama dengan pemerintah tanpa menyebut nama, dikutip Reuters.
Tapi harga beras Vietnam memang telah meningkat sejak aturan baru ditetapkan India 20 Juli. Ini di tengah panen musim panas-musim gugur yang sedang berlangsung.
Pedagang mengatakan harga beras pecah belah 5% di Vietnam naik menjadi US$550 hingga US$575 per metrik ton pada Senin. Ini tertinggi sejak 2011, dari kisaran US$515 hingga US$525 sebelum langkah India.
Sebelumnya, sehari setelah pengumuman pembatasan ekspor India, Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam meminta asosiasi untuk memastikan pasokan beras domestik dan ketahanan pangan yang cukup. Pemerintah meminta para pedagang untuk menyeimbangkan antara ekspor dan penjualan domestik untuk menstabilkan harga domestik.
Menurut data awal pemerintah, pengiriman beras dari Vietnam dalam tujuh bulan pertama tahun ini diperkirakan meningkat sekitar 18,7% dari tahun sebelumnya menjadi 4,84 juta ton. Pendapatan dari ekspor beras pada periode tersebut naik 29,6% menjadi US$2,58 miliar. (fan/cnbci)
No comments:
Post a Comment