BLITAR (DutaJatim.com) - Bupati Blitar, Rini Syarifah, memberi warning kepada para aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Blitar, khususnya guru, agar menjauhi pinjaman online (Pinjol) dan fasilitas pinjaman “PayLater”. Pasalnya, saat ini sudah banyak ASN, khususnya guru, yang terjerat Pinjol dan PayLater tersebut.
"Kami dapat informasi dari berbagai pihak, bahwa banyak ASN terutama guru yang terjerat pinjaman online,” kata Rini usai membuka seminar literasi keuangan digital yang diselenggarakan oleh Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPKAD) Kabupaten Blitar, Senin (9/10/2023). Kasus ASN terjerat pinjol bukan hanya terjadi di Blitar, tapi juga di sejumlah daerah lain.
Saat dimintai tanggapannya soal fenomena banyak ASN guru terjerat pinjol tersebut, Rabu (11/10/2023), Wiji Asrori, Kabid Pengelolaan SD Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, berharap agar para guru muda yang baru diangkat menjadi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil) atau PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) disertai pula dengan pengetahuan tentang keterampilan mengelola keuangan. Artinya, mereka jangan sampai terjebak gaya hidup hedonis dan konsumtif yang mewarnai kehidupannya. Sebab, dampaknya bisa membuat keuangan mereka menjadi jebol.
Terkait hal itu dia lalu menganalogikan dengan hukum fisika. "Kalau belajar dari ilmu fisika, semakin besar gaya semakin besar pula tekanan. Ya, semakin kita nggaya (bergaya hidup wah) semakin banyak menghadapi tekanan. Harapan kami, teman-teman guru bisa mengelola keuangan dengan baik. Misalnya ada usaha sambilan di rumah, harus dipikirkan matang-matang terutama saat mengambil pinjaman, jangan sampai meminjam di pinjol karena itu memberatkan dan banyak yang tidak terjamin di OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Kalau terpaksa meminjam, misalnya, pinjamnya di lembaga resmi yang dijamin oleh OJK. Namun demikian, pinjaman itu jangan digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif," katanya.
Bila melakukan pinjaman, kata dia, harus digunakan untuk kegiatan yang produktif. Dia memberi contoh membuat usaha kolam ikan atau ternak hewan, sehingga uang pinjaman berputar hingga memberi keuntungan.
"Angsurannya pun tidak diambilkan dari gaji, tapi dari hasil keuntungan usaha tersebut. Karena itu jangan ambil kredit yang konsumtif. Misalnya, begitu diangkat menjadi PPPK langsung mengambil kredit mobil atau motor baru. Sementara rumah masih kontrak. Ini kan repot jadinya. Karena itu perlu mengelola keuangan dengan baik," katanya.
Dia tidak melarang para guru membeli mobil, tapi harus melihat kebutuhan yang paling penting bagi keluarganya. "Kalau ingin beli mobil, ya harus beli rumah dulu. Kan mobil harus ada garasinya. Kalau garasinya sudah ada, Insya Allah bisa beli mobil. Jangan kebalik. Beli mobil dulu tapi ndak punya garasi, parkir di luar, kan itu membahayakan. Padahal itu hasil dari kreditan. Ini penting dipahami. Maka, guru-guru muda yang baru diangkat jadi CPNS atau PPPK kelola keuangan dengan baik. Jangan pernah pinjol, mungkin sebaiknya di bank-bank resmi dan ambil kredit untuk kegiatan yang produktif," katanya.
Sebelumnya Bupati Rini mengatakan di era digital banyak produk pinjaman yang mudah diakses oleh masyarakat namun mengandung risiko tinggi. Karena itu, lanjutnya, pihaknya menggandeng Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan badan usaha milik daerah yang bergerak di bidang perbankan untuk memberikan edukasi terkait keuangan digital (fintech) kepada ASN guru untuk melindungi mereka dari jeratan pinjaman online.
"Para guru ini rentan terjerat pinjol. Nanti kalau sudah terjerat pasti akan mempengaruhi kinerjanya, tugasnya sebagai tenaga pengajar,” ujar Rini.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Utama Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Hambangun Arta Selaras (HAS), BUMD milik Pemkab Blitar, Sharial Amri, mengatakan bahwa lebih dari 50 persen nasabah yang memanfaatkan pinjaman di bank yang dia pimpin adalah ASN yang bertugas sebagai guru. Dari nasabah guru tersebut, lanjutnya, sekitar 20 persen di antaranya memiliki catatan pernah atau sedang kesulitan membayar pinjaman online termasuk fasilitas paylater yang ada di sejumlah platform market place digital.
"Dalam pemantauan kami, guru-guru terutama guru-guru muda ini banyak terjerat pinjol termasuk paylater- paylater itu. Mungkin karena guru muda cukup aktif menggunakan ‘gadget’. Kemudahan mengakses produk fintech itu tidak disertai literasi keuangan digital yang memadai,” terang Sahrial.
Sahrial tidak menyebutkan angka pasti jumlah guru yang terjerat pinjaman online dan fasilitas "paylater". Namun dia memastikan jumlahnya cukup besar dan angka 20 persen dari nasabah yang berprofesi sebagai guru yang terjerat pinjaman online tersebut belum termasuk mereka yang terjerat pinjaman online ilegal.
“Masalah dengan pinjaman online (legal) dan PayLater ini kan dapat kita lihat di SLIK-nya OJK. Nah, ini kan kalau SLIK-nya buruk akan membuat mereka semakin sulit mengakses pinjaman perbankan ke depannya,” ujarnya merujuk pada Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
Jeratan pinjaman online dan "paylater", kata Sahrial, antara lain terletak pada mudahnya calon debitur mengajukan aplikasi pinjaman. “Bahkan banyak kasus di mana akun para guru ini digunakan oleh teman mereka dan akhirnya macet. Karena akun pinjaman dan PayLater digunakan orang lain ini sangat memungkinkan, mudah,” ujarnya.
Karena itu, ujarnya, sebagai perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang perbankan, pihaknya berkepentingan untuk memberikan edukasi produk perbankan di era digital kepada para guru yang merupakan salah satu klaster ASN yang paling rentan terjerat pinjaman online.
“Tentu kami juga ingin agar para guru ASN lebih memercayakan kepada kami jika membutuhkan kredit baik untuk usaha mau pun kredit konsumtif,” terangnya.
Selain ASN guru, tambahnya, aparatur pemerintahan desa juga termasuk kelompok pegawai yang rentan terjerat pinjaman online baik yang legal maupun ilegal. Sahrial mengklaim pihaknya telah berusaha untuk menyesuaikan situasi pasar dengan mempermudah dan mempercepat proses pengajuan kredit oleh calon nasabah. (Gatut Wiratmoko)
No comments:
Post a Comment