Nama Mahandika Bayu Aji asal Kota Batu Jawa Timur menjadi pembicaraan publik setelah sukses memproduksi tiruan body supercar Lamborghini. Bahkan, karya Dika--panggilan akrab pria asal Jalan Larmani No. 1, Gangsiran Putuk, Desa Tlekung, Kecamatan Junrejo, Kota Batu-- ini sudah dipesan oleh pengusaha dari Florida dan California Amerika Serikat (AS). Kini alumni SMPN 15 Kota Malang itu berusaha mengembangkan karya sekaligus pasar globalnya.
Oleh Gatot Susanto
UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) di tanah air biasanya ekspor hasil kerajinan. Misalnya mobil-mobilan dari kayu yang diukir. Namun UMKM milik Mahandika Bayu Aji ekspor tiruan body mobil yang mirip aslinya. Setelah mengekspor tiga tiruan body mobil mewah asal Italia tersebut ke Amerika, Dika sekarang sibuk menyelesaikan enam model pesanan lainnya. Semua dikirim ke Florida dan California Amerika Serikat. Hasil karyanya itu bisa dilihat di bengkelnya di Desa Tlekung.
"Jadi, total ada 9 model yang dipesan," katanya kepada Global News, Kamis (28/12/2023). Para pemesan tahu karya Dika itu setelah melihat media sosialnya. Khususnya channel Youtube Dika. Mereka lalu menghubungi melalui email untuk tawar menawar harga dan modelnya.
Untuk kreativitasnya mengubah dari awalnya mobil biasa menjadi Lamborghini, Dika mematok harga sebesar Rp 350 juta. Lalu dia mendapat orderan dari Amerika Serikat lagi untuk membuat body dan interior mobil tersebut. Harganya? “Kalau body Rp 150 juta plus interior Rp 170 juta,” katanya.
Sukses Dika ini mengundang sejumlah pihak untuk mengunjungi bengkelnya di Desa Tlekung Kota Batu. Termasuk sejumlah pejabat dari Pusat maupun daerah setempat. Namun sejauh ini belum ada dukungan baik bantuan modal, pinjaman lunak dari BUMN, atau pelatihan yang didapatkan dari para pejabat Pemerintah tersebut. Padahal, dia mengharapkan ada dukungan untuk mengembangkan usaha, khususnya dalam menembus pasar ekspor, yang sudah dirintisnya.
"Sampai saat ini belum ada dukungan berupa bantuan modal atau kerjasama apa pun dari pihak pemerintah. Cuma kunjungan-kunjungan saja kemarin. Belum ada dukungan dari pemerintah. Malah saya sering didatangi petugas dari Ditjen Pajak," katanya.
Petugas dari Ditjen Pajak meminta Dika mengurus masalah pajak usahanya tersebut. Misalnya petugas Pajak memintanya membuat NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak). Petugas Pajak memberi informasi kepadanya bahwa untuk usaha berupa perseroan terbatas (PT) akan dikenakan pajak sebesar 0,5%, sementara 10% untuk Pajak Pribadi.
"Petugas Ditjen Pajak mendatangi saya agar saya membuat NPWP karena katanya usaha saya dikenakan pajak, nilainya saya belum tahu. Hanya katanya sekitar 0,5%- an untuk PT dan 10% untuk Pajak Pribadi. Sudah saya buat NPWP karena pihak pajak menyuruh segera. Mungkin tahun depan saya sudah harus laporan SPT dan kena pajak. Ini tidak masalah sih, tapi kalau bisa ada juga bantuan pinjaman permodalan untuk UMKM seperti saya karena saya harus memperluas produksi dan pasar, salah satunya menambah lahan workshop," katanya.
Untuk itu, kata Dika, bila Pemerintah tidak bisa memberi dukungan pendanaan untuk modal mengembangkan usaha, dirinya berharap agar Pemerintah bisa memberi keringanan atau bahkan membebaskan pajak usahanya, termasuk untuk ekspor karyanya tersebut.
"Ya, minimal mungkin usaha saya dibebaskan pajak, karena kegiatan ekspor saya juga membantu devisa negara. Bila kena pajak mungkin kalau 0,5% ndak masalah, yang saya belum tahu itu yang 10 atau 11%, kan lumayan besar. Saya sudah ada PT, karena syarat pengurusan dokumen ekspor kemarin harus ada PT," katanya.
Pembeli dari Amerika Serikat sejauh ini mengaku puas atas hasil karya Dika. Bahkan mereka melakukan order lagi dengan model lain.
"Respon pembeli, alhamdulillah baik, sekarang pun repeat order dari customer saya sebelumnya. Saya tetap menjaga hubungan dengan relasi-relasi di luar negeri ini. Termasuk customer baru dari Amerika. Juga sering ada tawaran permodalan untuk membangun workshop di sana, tapi saya belum siap karena masalah keluarga yang juga belum siap," katanya.
Selain supercar, pembeli dari Amerika juga memesan watercar. "Customer ini dari Florida, Miami, buat wisata air. Mesinya jetski, bisa dikendarai seperti speedboat. Ini khusus di air saja. Harganya Rp 180 juta belum termasuk mesinnya," kata Dika.
Otodidak
Keahlian Dika mengubah mobil biasa menjadi replika supercar Lamborghini berkat keuletannya menimba ilmu otomotif secara otodidak. Apalagi sejak kecil dia memang suka dengan hal-hal terkait mobil. Sejak duduk di bangku SMP dia sudah bercita-cita menggeluti dunia otomotif dan komputer.
“Saat SMP saya belajar software tentang 3D modeling,” kata pria 24 tahun ini. Software yang dipelajari Dika tentang bagaimana menggambar bentuk tiga dimensi, khususnya di bidang teknik. Ia pun sudah mengetahui bagian-bagian mesin kendaraan dari teman mainnya.
Dia pun ingin merakit mesin CNC milling dan 3D printing sejak masih SMP. Merasa punya keahlian di bidang ini, dia melanjutkan sekolah di SMK agar bisa langsung bekerja. “Langsung kerja untuk mencari uang,” ujarnya.
Dika lalu bekerja di bengkel mobil untuk memperdalam ilmu soal mobil. Setelah itu dia belajar mengelas hingga memperbaiki bodi mobil. Dia pun memilih bekerja di karoseri. Lalu akhir tahun 2019 saat terjadi pandemi Covid-19 Dika dirumahkan. Kondisi itu justru menjadi tantangan baginya hingga muncul inspirasi membuat replika mobil Lamborghini.
Dia belajar melalui salah satu kanal Youtube. Dengan telaten, pria dua anak itu mengikuti semua cara yang dilakukan youtuber itu dalam membuat replika Lamborghini. Bahkan dia nekat membuat proyek replika Lamborghini pertama menggunakan modalnya sendiri.
Untuk mendapatkan gambar Lamborghini yang presisi, misalnya, Dika memilih membeli file scan mobil asli yang harganya mencapai Rp 18 juta. Dia membuat bentuk memakai gabus sesuai bentuk asli bodi tiap bagian mobil ini. Kemudian menjadikan gabus tersebut sebagai cetakan untuk membuat body dari fiber glass hingga karyanya sangat mirip produk aslinya. Saat itu dia menggunakan mobil Mazda sebagai proyek pertamanya yang diubah menjadi Lamborghini.
“Waktu itu hanya menggunakan mesin dan kaki-kakinya saja untuk rangka buat sendiri,” ujarnya. Dalam kurun waktu satu tahun, dia berhasil menyelesaikan proyek pertamanya dan membuat orang kepincut dengan hasil karya tersebut.
“Kesulitannya itu di bagian perakitan, waktu pertama tidak langsung menyatu body dan rangkanya,” kata Dika. Ia menghabiskan sekitar Rp 120 juta pada proyek pertama sekaligus dengan peralatan. Dika juga aktif membuat video di Youtube yang menjadi pintu customer melirik replika Lamborghini buatannya. Pesanan pertama datang dari orang Sumatera. Selanjutnya pesanan datang dari Amerika. Sekarang bukan hanya Lamborghini, tapi juga replika Ford Mustang hingga watercar bermesin jetski. (*)
No comments:
Post a Comment