Pemuda Kampung Mandar Kabupaten Banyuwangi Jawa Tinur mitra binaan PLN Peduli sukses membangun kampung yang semula mendapat predikat kampung kumuh berubah menjadi kampung yang bersinar berjuluk Kampung Wisata Kuliner Seafood. Bahkan pemuda Kampung Mandar meraih penghargaan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai Penjaga Laut. Penghargaan diserahkan langsung oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, kepada perwakilan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Mandar, Hilman Syah Anwar, di Surabaya, Jumat (10/11/2023).
Oleh Gatot Susanto
HILMAN Syah Anwar menghela napas sambil memandang kerlap-kerlip lampu yang bertebaran menghiasi malam yang indah di Kampung Kuliner Mandar. Angin berhembus semilir membawanya pada ingatan tahun 2017 silam saat Kampung Mandar mendapat SK dari Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas sebagai kampung paling kumuh se-Bumi Blambangan.
Hilman tersenyum mengenang momen itu. Dia membayangkan seandainya tidak ada SK Bupati yang unik itu. Pasti Kampung Mandar sampai sekarang masih kumuh. Dan SK itulah yang melecut dirinya dan para pemuda lain untuk bertekad mengubah stigma kampung kumuh menjadi kampung yang bersinar terang.
"Pak Azwar Anas yang sekarang menjabat menteri itu (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Red.) tahun 2017 membuat SK menobatkan kampung kami paling kumuh se-Kabupaten Banyuwangi. Dan itu memang riil yang ada di lapangan begitu," katanya kepada Global News, sambil tersenyum, Rabu (29/11/2023).
Kampung Mandar kumuh penuh sampah bukan tanpa sebab. Pertama, kata Hilman, karena posisi Kampung Mandar berada di hilir sungai atau muara sehingga sampah- sampah dari daerah atas terbawa air yang mengalir hingga menumpuk di Kampung Mandar.
"Jadi di sini tempat berkumpulnya sampah dari kampung lain di atas. Selain itu juga secara geografis tempat kami ini berbeda dengan daerah lain, Kampung Mandar ini kondisinya naik turun sehingga membuat pengangkut sampah kesulitan. Biasanya pengangkut sampah tidak lebih dari tiga bulan sudah berhenti kerja. Bahkan dua bulan berhenti, karena ketika gerobak sampahnya penuh, pengangkut sampahnya itu kewalahan untuk membawa sampah sebab jalannya naik, akhirnya memilih berhenti," katanya.
Nah, karena sulit mencari pengangkut sampah, akhirnya warga membuang sampah sembarangan. Warga yang tinggal di dekat sungai, mereka membuang sampah langsung di sungai. Mereka yang tinggal di dekat laut, membuang sampah di laut. Kebiasaan itu berlangsung terus menerus sehingga sampah pun menumpuk.
"Setelah SK Bupati itu turun, kami yang lahir di Kampung Mandar ini merasa harus berbuat sesuatu untuk mengubah kampung kami, khususnya menghapus stigma kampung kumuh tersebut. Apa yang bisa kami lakukan? Akhirnya kami membuat siteplan, di mana kami menetapkan ke depan Kampung Mandar akan kami sulap menjadi kampung kuliner. Andalannya hasil laut. Seafood. Sebab mayoritas di kampung kami mata pencaharian warganya sebagai nelayan," katanya.
Saat itu kondisi ekonomi nelayan di Kampung Mandar sangat memprihatinkan. Seperti kampung nelayan lain, laut yang membentang luas penuh dengan kekayaan ikan-ikan tapi para nelayan justru terancam kelaparan. Bayangkan, masih banyak warga nelayan yang kebingungan untuk makan keluarganya esok hari. Apa kondisi semacam itu akan dibiarkan terus? Jawabannya satu kata: "Tidak!"
"Akhirnya kami bergerak mengumpulkan teman-teman pemuda untuk membuat pola yang harus kami lakukan guna mengubah kampung yang kamuh dan warganya miskin ini agar bisa maju," ujarnya.
Salah satu yang harus diselesaikan adalah masalah sampah. Namun karena sulit mencari pengangkut sampah, kata Hilman, akhirnya dibentuk tim yang anggotanya para pemuda kampung yang bertugas mengangkut sampah. Selain itu polanya diubah. Bila biasanya pengangkut sampah mendatangi rumah-rumah warga, sekarang warga diminta membuang sampah di pinggir jalan.
"Tim pengangkut sampah memakai kendaraan Tossa yang rodanya ada tiga untuk mengambil sampah. Untuk itu harus ada kerjasama antara pengangkut sampah dengan warga yang membuang sampah. Saat ini warga diminta membuang sampah ke pinggir jalan. Kita ambil sore hari memakai Tossa. Dengan model ini, Kampung Mandar menjadi semakin bersih. Karena satu hari bisa bergerak tiga-empat Tossa yang kami desain khusus dengan bak tinggi untuk mengangkut sampah. Kalau sehari 4 Tossa kali sebulan ada 120 Tossa yang hilir mudik mengangkut sampah," katanya.
Dan hasilnya memuaskan. Kerja Tim Pengangkut Sampah mendapat apresiasi dari Pemkab Banyuwangi. Bahkan Pemkab Banyuwangi memberi kesempatan kepada Kampung Mandar untuk mengajukan proposal guna membangun desa tersebut. Akhirnya pemuda desa mengajukan proposal Kampung Mandar sebagai Kampung Kuliner agar perekonomian masyarakat bisa berkembang.
Selama satu tahun masyarakat kompak bergotong-royong bertekad memperbaiki Kampung Mandar agar terlihat lebih bagus alias tidak kumuh. Akhirnya Pemkab Banyuwangi memberi kesempatan kepada Kampung Mandar untuk menggelar even festival untuk menarik kunjungan masyarakat. Awalnya hanya satu minggu tahun 2018. Acara itu ternyata sukses sehingga tahun berikutnya, 2019, digelar lagi festival yang sama. Festival Kebangsaan 2019 yang berisi atraksi seni budaya Bumi Blambangan itu kembali sukses.
Pemkab Banyuwangi lalu minta masyarakat bergerak sambil menanyakan apa maunya warga Kampung Mandar? Dan warga sepakat menjadikan sebagai kampung kuliner. Pemkab Banyuwangi merespon positif dan kemudian meminta agar dilakukan studi banding ke Kedung Anan Jimbaran Bali yang sudah memiliki sentra kuliner ikan laut.
"Hasil studi banding itu dijadikan bekal untuk mengubah Kampung Mandar agar lebih maju. Saat awal masyarakat memang pesimistis. Pertama, karena dulu membuang sampah tidak bayar. Tapi kini setelah kami kelola, ada tarikan iuran Rp 5.000 per KK/rumah/bulan. Banyak warga keberatan. Ya kami maklum sebab untuk makan besok saja belum tentu ada, ini kok diminta bayar iuran sampah. Tapi alhamdulillah, kami mendapat dukungan dari Pemkab, misalnya dengan membuat aturan bahwa segala urusan administrasi, surat, harus ada bukti bayar sampah sebab masalah sampah ini sangat penting lantaran menyangkut kesehatan, keindahan, dan lain-lain yang semua itu dibutuhkan untuk mengubah wajah Kampung Mandar. Akhirnya masyarakat mau membayar iuran sampah," ujarnya.
Kedua, warga pesimistis masalah kampung kuliner di daerah kumuh. Mereka ragu sebab tidak yakin ada pembelinya. Siapa yang mau membeli kuliner di daerah yang kumuh? Tugas tim untuk meyakinkan warga.
"Kami harus berjuang keras meyakinkan masyarakat bahwa bila dilakukan dengan serius dan bersama-sama, pasti Kampung Mandar tidak kumuh sehingga bisa menjadi kampung kuliner yang disukai pengunjung. Saya yakinkan bahwa kampung ini potensial sebagai kampung kuliner seafood. Apalagi saat itu gencar-gencarnya pariwisata. Alhamdulillah, diawali beberapa warung, sekarang sudah ada 55 warung ikan bakar. Omzet perputaran uang di sini bisa Rp 2 miliar untuk satu bulannya. Alhamdulillah, itu yang kami lakukan untuk meningkatkan perekonomian warga di Kampung Mandar ini," katanya.
PLN Peduli
Setelah bisa meyakinkan warga, kata dia, masalah selanjutnya soal pendanaan. Untuk itu Hilman dan tim berkeliling mencari bantuan ke sejumlah perusahaan. Mereka mengajukan proposal untuk membangun kampung kuliner tapi selalu menemui kegagalan.
"Alhamdulillah akhirnya dibantu Kepala Dinas Pariwisata yang menghubungkan dengan PLN. Kami akhirnya diterima pimpinan PLN. Bahkan langsung klik. Pimpinan PLN saat itu juga sudah memperkirakan bahwa wisata kuliner Kampung Mandar ini potensial, nanti akan menjadi besar. Padahal Kampung Mandar saat itu belum jadi apa-apa. Kami pun mendapat bantuan awal dari PLN sebesar Rp 100 juta. Tahun pertama kami mendapat CSR itu mengikuti lomba nasional kategori sosial ekonomi dan kami meraih juara 1 tahun 2022. Tahun 2023 ini kami mendapat bantuan dari PLN lagi Rp 300 juta. Sebagian dari dana itu kami buat perahu atau kapal untuk mengambil sampah di laut. Nilainya Rp 19 juta. Itu kapal kami buat sendiri, kami desain sendiri, untuk kebutuhan mengangkut sampah. Usaha kami ini alhamdulillah juga mendapat apresiasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa kami dinilai sebagai penjaga laut, penyerahan penghargaan kemarin di Surabaya," katanya.
Pihaknya membuat perahu khusus untuk mengambil sampah di laut sebab ada keluhan dari para nelayan. Saat melaut, para nelayan sering menghadapi masalah baling-baling perahunya yang tersangkut sampah. “Kami buat perahu sampah untuk membantu nelayan sekaligus menjaga laut agar tetap bersih,” katanya.
Semua sukses mengubah kampung kumuh menjadi Kampung Kuliner Seafood yang bersinar itu berkat semangat warga bersatu untuk memajukan kampungnya. Warga yang terdiri atas kelompok-kelompok, seperti kelompok sadar wisata (Pokdarwis), Kelompok Nelayan, dan lain-lain bersatu, berkolaborasi untuk mewujudkan kampung kuliner yang maju.
"Kami tidak bisa seperti ini kalau sendiri-sendiri, kami masing-masing kelompok berkolaborasi, sepakat bahwa siapa pun yang membutuhkan bantuan, misalnya bila ada nelayan yang membutuhkan bantuan, kami akan bergerak ke sana membantu nelayan. Bila kelompok lain minta bantuan kita juga segera membantu. Jadi kita satu kesatuan sehingga bisa maju secepat ini," katanya.
Hilman menegaskan tim kerjanya yang terdiri atas beberapa kelompok itu solid dan serius bekerja untuk kemajuan Kampung Mandar. Karena itu Pemkab Banyuwangi dan PLN pun mendukung penuh usaha warga tersebut.
"Tanpa teman-teman tim yang solid ini saya tidak bisa sejauh ini. Selain itu peran Pemkab juga sangat besar. Mulai bantuan dari Dinas Pariwisata, Dinas PU, Dinas Perikanan, Dinas Koperasi, dan dinas-dinas yang lain. Hebatnya di Banyuwangi ini kompak. Kalau dinas satu membantu, dinas yang lain juga ikut membantu bila memang untuk kemajuan kampungnya, itu yang mempercepat kami. Selain itu juga dukungan penuh PLN. Bayangkan, saat perusahaan lain tidak percaya pada upaya kami membangun kampung yang dulu memang kumuh agar menjadi bagus, tapi PLN percaya pada keseriusan kami dan akhirnya membantu kami melalui CSR mewujudkan Kampung Mandar sebagai kampung wisata kuliner. Sejak awal PLN hadir untuk kami," katanya.
Seperti diketahui program Corporate Social Responsibilty (CSR) dan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) PT PLN (Persero) sudah terbukti mendorong kegiatan, pertumbuhan, pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berbasis ISO 26000 khususnya untuk wilayah Jawa Timur. Implementasi ISO 26000 ini dilakukan dengan mengintegrasikan program CSR PLN dengan kriteria ISO 26000. Di antaranya tata kelola perusahaan, HAM, lingkungan dan K3, aktivitas operasi yang adil dan berintegritas, isu konsumen, aktivitas tenaga kerja, dan kontribusi pada komunitas dan masyarakat agar programnya bersifat berkelanjutan.
Program CSR dan PKBL bernama PLN Peduli itu melingkupi kegiatan CSR, program kemitraan (PK), dan Bina Lingkungan (BL). PK merupakan program pinjaman lunak untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi lebih tangguh dan mandiri. Sedangkan BL merupakan program bina lingkungan untuk meningkatkan perekonomian, kesejahteraan, sosial pendidikan masyarakat yang berwawasan lingkungan.
Selain Kampung Kuliner Mandar, ada Desa Wisata Adat (Deswita) Sendi di Mojokerto, Desa Wisata Sidomulyo, Eduwisata Kampung Buah Bercahaya, Si Naga Listrik, Agrowisata Taman Suruh, dan Wisata Tani Betet. Kemudian Sekolah Gunung Anyar Tambak, Kuliner Pintar Banyuwangi, Sanggar Tari Supinah, Listrik untuk Sang Naga, Deswita Reog Pontang, Desa Tenun Ikat, Bank Sampah Induk Surabaya (BSIS), Bank Sampah (BS) Flamboyan, Bank Sampah Sri wilis, Bank Sampah Bintang Mangrove, Budidaya Lobster Kampung Kerapu, Taman Kuliner Paciran, Sanggar Tari Supinah, Eduwisata Kopi Katana, Wisata Edukasi Tani Listrik Terpadu, PLTMH Pesapen Ledduk Krucil, Rumah Pintar Madiun, Deswita Bonggol Jati Dewi. (*)
No comments:
Post a Comment